BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses membimbing, membina,
mengajarkan manusia agar manusia dapat mengetahui berbagai hal, dan dapat
mengetahui apa yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai mahluk yang disebut
manusia, oleh karena itu pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan
adanya pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia inginkan, dengan
pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya serta
mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu manusia
tidak mengalami kesalahan yang fatal. Pendidikan terhadap manusia dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang diantaranya faktor keluarga, dan lingkungan tempat
manusia hidup dan bergaul. Pendidikan yang baik akan menjadikan manusia
tersebut baik pula dan sebaliknya pendidikan yang buruk akan mengakibatkan
buruk pula bagi manusia yang mengalaminya.
Mengenai pendidikan banyak sekali pemikiran-pemikiran
para cendikiawan mengenai pendidikan terhadap manusia baik cendikiawan islam
ataupun cendikiawan non-islam. Pemikiran para ahli mengenai pendidikan sangat
beragam, namun banyak pula kesamaan pemikiran. Namun dalam makalah ini penulis
hanya akan menjelaskan satu pemikiran pendidikan yaitu pemikiran seorang
cendikiawan islam yang karyanya sangat terkenal yang berjudul Muqadimah yaitu
Ibnu Khaldun. Dalam makalah ini selain akan dijelaskan mengenai pemikiran Ibnu
khaldun tentang pendidikan akan dijelaskan pula mengenai riwayat hidup ibnu
khaldun yang sangat mengesankan.
B.
Rumusan Masalah
1. Siapakah ibnu khaldun?
2. Bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun tentang Filsafat Pendidikan Islam?
3. Apa karya Ibnu Khaldun?’
C.
Tujuan
1. Mengetahui ibnu khaldun
secara lebih dekat
2. Mengetahui pemikiran ibnu
khaldun tentang Filsafat Pendidikan Islam
3. Mengetahui karya Ibnu
Khaldun
4. Untuk memenuhi tugas
Filsafat Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan
terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan.
Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi
yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta
memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata.[1]
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn
Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1
Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau
dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak
usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya
yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).[2]
Beliau masih memiliki garis keturunan
dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah
meriwayatkan sejumlah hadith serta pernah dikirim nabi untuk mengajarkan agama
Islam kepada para penduduk daerah itu. Pada abad ke-8 M Khalid bin Utsman
datang ke Andalusia bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan
Spanyol. Khalid kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan
kebiasaan orang Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan pada
akhir nama dengan “un” sebagai pernyataan penghargaan kepada keluarga
penyandangnya. Dengan demikian Khalid menjadi Khaldun.
Di Andalusia keluarga
Khaldun memainkan peranan yang cukup menonjol baik dari segi ilmu pengetahuan
maupun dari segi politik. Mereka awalnya menetap di kota Carmon kemudian pindah
ke kota Sevilla. Di kota ini mereka memainkan peranan penting dalam
pemerintahan. Akan tetapi melihat kakeknya yang aktif dalam pemerintahan maka
ayah ibn Khaldun memutuskan untuk menjauhkan diri sama sekali dari dunia
politik dan mengkhususkan dirinya untuk bergerak hanya di bidang ilmu
pengetahuan. Ayahnya menjadi terkenal di bidang bahasa arab dan tasawuf.
Munawir Sjadzali
mengatakan: Ibn Khaldun’s first teacher was his own father. He learned
to write and memorize al-Qur’an. He was fluent in the qira’ah sab’ah, the seven
ways of reading al-Qur’an. He showed a balanced interest in tafsir, hadith,
fiqh and Arabic grammar which his studied with a number of well-know teachers.
(Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar membaca dan
menghafal al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh
cara membaca al-Qur’an), dia memperlihatkan caranya yang seimbang dan merata
antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika bahasa arab yang
diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia).
Dilihat dari banyaknya yang dipelajari Ibnu Khaldun hal ini dapat
diketahui bahwa dia memiliki kecerdasan yang luar biasa dan dia tidak puas dengan
satu disiplin ilmu saja sehingga pengetahuannya begitu luas dan sangat
bervariasi. Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang
pemerintahan dan politik di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama
hampir seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia pindah
jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun
pertama adalah sebagai anggota Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin
di ibu kota Fez. Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan pada
Tahun 1354.
Selain di dunia
politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di masjid. Kemudian dia pindah
ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun
1374 M. Di
Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah
bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamh sebagai tempat tinggal dan tinggal
di Istana Ibnu Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia memulai karnya
yang terkenal dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal). Pada Tahun 1378 dia meninggalkan istana dan menuju Tunisia. Selama di
Tunis dia melakukan revisi terhadap karyanya dan naskah asli tersebut di
hadiahkan kepada Sultan Abu al-Abbas tahun 1382 M. Pada Tahun 1382 M dia pindah
ke Alexandria dan menetap di Mesir. Di Mesir ini Ibnu Khaldun mengajar di
Masjid al-Azhar. Di Masjid al-Azhar dia memberi kuliah Hadith, Fiqh maliki,
serta menerangkan teori-teori kemashurannya dalam kitab Muqaddimah di
samping juga mengajar di perguruan tinggi al-Azhar. Dia diangkat sebagai hakim
madhab Maliki pada 1384 M dan aktif dalam dunia pendidikan.
Pada tanggal 25
Ramadhan 808 H bertepatan tanggal 19 Maret 1406. Ibnu Khaldun meninggal pada
usia 76 Tahun. Untuk menghormati nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi
di Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting.
Sebagai pelopor
sosiologi, sejarah-filsafat, dan ekonomi-politik, karya-karyanya memiliki
keaslian yang menajubkan. “Kitab al-I’bar” termasuk al-Taarif
adalah buku sejarahnya yang monumental, berisi Muqaddimah serta otobiografinya.
Bukunya dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama terkenal dengan muqaddimah,
dalam bagian ini membicarakan tentang masyarakat, asal-usulnya,kedaulatan,
lahirnya kota-kota dan desa-desa, perdagangan, cara orang mencari nafkah, dan
ilmu pengetahuan. Bagian kedua kitab al-I’bar, terdiri dalam empat jilid,
membicarakan tentang sejarah bangsa arab dan orang-orang muslim lainnya dan
juga dinasti-dinasti pada masa itu, termasuk dinasti syiria, persia, seljuk,
turki, yahudi, romawi, dan prancis. Dan bagian ketigaterdiri dari dua
jilid, membicarakan bangsa barbar dan suku tetangga, otobiografi yaituAl-Taarfi.[3]
B.
Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang
semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek
pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain
merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.
Tradisi penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun
dimulai dengan menggunakan tradisi berfikir ilmiahdengan melakukan kritik atas
cara berfikir “model lama” dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil
penyelidikan mengenai karya-karya sebelumnya, telah memberikan kontribusi
akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang sahih, pengetahuan ilmia auat
pengetahuan yang otentik.[4]
Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun yaitu:
·
Menyiapkan seseorang dari
segi keagamaan
·
Menyiapkan seseorang dari
segi akhlaq
·
Menyiapkan seseorang dari
segi kemasyarakatan atau sosial
·
Menyiapakn seseorang dari
segi vokasional atau pekerjaan
·
Menyiapkan seseorang dari
segi pemikiran
·
Menyiapkan seseorang dari
segi kesenian
Pandangan
Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris.
Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses
pendidikan yaitu:
-
Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang
tertentu.
-
Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman
-
Pembinaan pemikiran yang baik.[5]
1.
PENDIDIK
Seorang pendidik
hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentangperkembangan psikologis
peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap
individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta
didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang
sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi
di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan
bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi,
maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam
cakupan pendidikan.
Ibnu Kholdun
menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada
peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian,
tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat
membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik
bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena
didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.
Dalam hal ini,
keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para
peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan
dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang
dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran atau perintah-perintah.
Dalam melaksanakan
tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang
efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang
perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
·
Prinsip pembiasaan
·
Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
·
Prinsip pengenalan umum (generalistik)
·
Prinsip kontinuitas
·
Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta
didik
·
Menghindari kekerasan dalam mengajar.
2.
PESERTA DIDIK
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di
sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun
rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian- bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki
bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Pada dasarnya peserta didik adalah:
a) Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi
memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan
terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan
orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan,
sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.
b) Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi
perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan
tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta
didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia
dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
a.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut
kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
b.
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual
(diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun
lingkungan di mana ia berada.
c.
Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan
rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan
pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani
memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal
maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk
mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
d.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
3.
KURIKULUM DAN MATERI PENDIDIKAN
Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih
terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau
sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab
tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan.
Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup
konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu:
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat,
data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum
itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian
yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan.
Dalam pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun
mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu
kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat
dan Timur. Ia mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di
Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka
pada mempelajari al-Qur’an dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan
orang-orang Andalusia, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai dasar dalam
pengajarannya, karena al-Qur’an merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu
pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada
mempelajari al-Qur’an saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran
lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan
hafalan-hafalan lain.
Demikian pula dengan orang-orang Ifrikiya, mereka
mengkombinasikan pengajaran al-Qur’an dengan hadits dan kaidah-kaidah dasar
ilmu pengetahuan tertentu. Adapun metode yang dipakai orang Timur seperti
pengakuan Ibnu Khaldun, sejauh yang ia ketahui bahwa orang-orang Timur memiliki
jenis kurikulum campuran antara pengajaran al-Qur’an dan kaidah-kaidah dasar
ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Ibnu Khaldun menganjurkan agar pada anak-anak
seyogyanya terlebih dahulu diajarkan bahasa Arab sebelum ilmu-ilmu yang lain,
karena bahasa adalah merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan,
sehingga menurutnya mengajarkan al-Qur’an mendahului pengajarannya terhadap
bahasa Arab akan mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-Qur’an itu sendiri,
karena anak akan membaca apa yang tidak dimengertinya dan hal ini menurutnya
tidak ada gunanya.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena
materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam
hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak
dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
1) Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari
al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan
cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan
kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu
naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul
fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir
mimpi.
2) Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang
diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua
anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat
manusia di dunia.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat
(aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu:
·
Ilmu logika,
·
Ilmu fisika,
·
Ilmu metafisika dan
·
Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan
al-jabar, ilmu music, ilmu astromi, dan ilmu nujuum.
Walaupun
Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi,
namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.Setelah mengadakan
penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak
didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan
kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
·
Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari
tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
·
Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu
kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
·
Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu
agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu
lain yang membantu mempelajari agama.
·
Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu
filsafat, yaitu logika.
Menurut Ibnu Khaldun, kedua
kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang
dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu
pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari
ilmu pengetahuan golongan pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang
materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at
(agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat). Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada
tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik,
karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu
aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu pengetahuan tersebut
dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar banyak tergantung pada para
pendidik, bagaimana dan sejauh mana mereka pandai mempergunakan berbagai metode
yang tepat dan baik.
4.
METODE PENDIDIKAN
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang
terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata
pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana
alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses
belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku
mereka.
Metode pendidikan sama halnya dengan metode
pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode
pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik
(guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan :
Pertama,
kebiasaan mendidik dengan
metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik memulai dengan
masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik tanpa
mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu
Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama
disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan
mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai
materi per-bab.
kedua,
memilah-milah antara ilmu-ilmu
yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan
ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu
kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta
logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
Ketiga,
Ibnu Khaldun tidak menyukai
metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi dengan anak yang
“militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan seperti itu, karena
berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis
dan perilaku nakal.
Keempat,
Ibnu Khaldun mengajarkan agar
pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap
orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama.
Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak
boleh lebih dari tiga kali.
Ibnu Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk
pembelajaran yaitu:
1)
Tahapan pembelajaran
Pembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta
dpembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta didik apabila dilakukan
secara berangsur-angsur, setapak-demi setapak dan seidik apabila dilakukan
secara berangsur-angsur, setapak-demi setapak dan sedikit demi sedikit. Untuk
itu apabila satu bahasan ingin dicapai dengan baik maka seorang guru harus
mengulangnya dikit demi sedikit. Untuk itu apabila satu bahasan ingin dicapai
dengan baik maka seorang guru harus mengajarnya dedikit demi sedikit dan
mengulangnya sampai dapat dikuasai dengan benar oleh pesesampai dapat dikuasai
dengan benar oleh peserta didik,selain itu seorang guru harus menjelaskannya
terlebih dahulu tujuan pembelajaran, hal ini dimaksudkan agar peserta didik
tidak bingung terhadap alur pembelajarannya.
Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun menganjurkan
agar para guru dan orang tua sebagai pendidik seharusnya berlaku sopan dan adil
dalam mengingatkan siswa, lain dari itu ibnu khaldun membolehkan memukul siswa
apabila dalam keadaan memaksa akan tetapi pukulan tersebut tidak lebih tiga
kali.
Dalam literatur yang lainnya lagi dengan metode
pengajaran ini ibnu khaldun menjelaskan bahwa tiap-tiap pemikiran dan ilmu akan
mengembangkan pada akal yang cerdas, lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu
berhitung tidak sama dengan metodeproblem-problem kemasyarakatan dan falsafah
atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus mampu mengklasifikasi mata
pelajaran dan metode pengajaran.
2)
Concertie method (metode pemusatan)
Dalam kaitan ini komponin pendidikan sama-sama dituntut
untuk lebih fokus pada satu atau dua pilihan bidang pendidikan saja, baik guru,
para orang tua dan siswa. Dalam beberapa referensi yang ada sepertinya sosok
ibnu khaldun adalah seorang yang menjunjung tinggi metode itu (specialisasi
pelajaran) dan telaten.
Dari sini ibnu khaldun dikenal sebagai tokoh
pendidikan yang menggunakan metode pemusatan atau disebut concertie method.
Selain metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku
Muqaddimahnya menjelaskan bahwa didalam memberikan pengetahuan kepada anak
didik, pendidik hendaknya:
a.
memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh,
dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
b.
Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan
tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
c.
Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak
didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua
persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang
sempurna.
Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode
diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam
mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping
mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode
ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya
dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang
mendapatkan pemahaman yang benar.
Disamping metode diskusi Ibnu Khaldun juga
menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini
proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat
ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu
Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala,
melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya
belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat
memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan
berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang
dipelajarinya.
C.
KARYA IBNU KHALDUN
a)
Kitab Muqaddimah Merupakan
buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang
terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah
yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang
mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini
adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.
b)
Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa
al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min
dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. Atau “Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir
yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan
Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka”, yang kemudian
terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga buku dan beberapa jilid.
c)
Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban
(al-Ta’rif). Oleh orang-orang Barat
disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang
berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara
sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab,
tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
d) Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin
e) Syifa ‘al syail li Tahdz.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah
yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir
terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu
pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai
ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang
nyata.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan
bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan
yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan
pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis
insani
Karya-karya Ibnu Kaldun antara lain ;
a) Kitab Muqaddimah
b) Kitab al-‘Ibar, wa
Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa
man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.
c) Kitab
al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).
d) Lubab
al-Muhashshal fi Ushuluddin
e) Syifa ‘al syail li
Tahdz.
DAFTAR PUSTAKA
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka firdaus,
2003
Syarifudin Jurdi,
Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA :’UIN Sunan
Kalijaga, 2008) hlm.17.
Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola
Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.
-o 0 o-
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................................
i
DAFTAR
ISI...................................................................................................................
ii
BAB
I ...... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................
1
B.
Rumasan Masalah....................................................................................
1
C.
Tujauan....................................................................................................
1
BAB
II ..... PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Khaldun.............................................................................
2
B. Pemikiran Pemikiran
Islam Ibnu Khaldun...............................................
4
1. Pendidikan.......................................................................................
5
2. Peserta Didik....................................................................................
6
3. Kurikulum dan materi Pendidikan...................................................
7
4. Metode Pendidikan..........................................................................
10
C.
Karya Ibnu Khaldun................................................................................
12
BAB
III ... PENUTUP
.................. KESIMPULAN.............................................................................................
13
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................................
14
|
[4]. Syarifudin Jurdi, Sosiologi
Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA :’UIN Sunan
Kalijaga, 2008) hlm.17.
[5]. http://dirosahku.blogspot.com/2013/04/konsep-pendidikan-dalam-islam.html
[6]. Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, ( Jakarta: Pustaka Firdaus,
2003), hlm. 20.