Jumat, 24 Oktober 2014

ilmu tentang Ilmu Tasauf menganai Ittihad, Hulul, Wahdah al-Wujud maupun Isyraq serta Takafur Dan Dzikir

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berbicara kepemimpinan masa depan erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Pemimpin yang berwawasan kebangsaaan dalam menghadapi permasalahan bangsa yang demikian kompleks. Ini selaras dengan kerangka ideal normatif sistem kepemimpinan nasional sebagai sebuah sistem dalam arti statik maupun arti dinamik. Dalam arti sistem yang bersifat statik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan komponen bangsa secara hierarkial (state leadership, political and entrepreneural leadership and societal leadership) maupun pada tatanan secara horizontal dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sementara itu, dalam sistem yang bersifat dinamik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan aktivitas kepemimpinan yang berporos dari dan komponen proses transformasi (interaksi moral, etika dan gaya kepemimpinan) dan akhirnya keluar dalam bentuk orientasi kepemimpinan yang berdimensi aman, damai, adil dan sejahtera.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Secara etimologi politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota). Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
Proses politik dalam organisasi dapat diartikan dua hal. Pertama, penggunaan kekuasaan itu sendiri, bahwa politik dalam organisasi pada dasarnya adalah penggunaan kekuasaan (exercise of power). Kedua, proses politik dalam organisasi dapat juga diartikan sebagai upaya seseorang untuk menambah kekuasaan yang dimilikinnya. Politik dalam organisasi adalah aktivitas-aktivitas manajer dan pegawai/anggota dalam rangka meningkatkan kekuasaan mereka (menambah kekuasaan) dan mempersuasi pihak-pihak lain yang demi mencapai berbagai sasaran dan tujuan personal mereka (menggunakan kekuasaan).


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Teori Kepemimpinan
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan konsep-konsep yang sangat universal sifatnya. Fenomena pemimpin (leader) dan kepemimpinan (leadership) dapat ditemukan di seluruh dunia dalam kehidupan kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Pemimpin dan kepemimpinan biasanya terdapat dalam struktur organisasi formal, dari yang ukurannya terkecil seperti keluarga sampai dengan yang ukurannya terbesar seperti negara dan organisasi negara-negara. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama.  Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun, menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Menurut Kartini Kartono, dalam organisasi dimana terdapat situasi bekerjasama diantara orang-orang di dalamnya maka dibutuhkan adanya pemimpin dan kepemimpinan[1]. Konsep-konsep pemimpin dan kepemimpinan selalu berkaitan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberi wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu mbawani atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh kepada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan/ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi kemampuan orang yang dipimpin[2]. Kepemimpinan mencakup pengetahuan dan ketrampilan yang mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan orang-orang lain[3].

2.      Teori Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dalam teori-teori behavioral, oleh para ahli dibedakan menurut perilaku atau tindakan yang dilakukan pemimpin dalam mempengaruhi bawahan menuju pencapaian tujuan organisasi. Salah satu teori klasik gaya kepemimpinan, yakni yang dikembangkan oleh Likert (1961), membedakan gaya kepemimpinan menjadi empat, yaitu exploitative-authoritative”, “benevolent-authoritative”, “consultative”, dan “participative”. Menurut Likert, gaya kepemimpinan berada suatu kontinuum, dapat bergerak dari yang berorientasi pada tugas dampai dengan yang berorientasi pada hubungan dengan staf[4]. Gaya kepemimpinan, menurut Varaki, merupakan pola perilaku yang digunakan seorang pemimpin dalam mengarahkan orang lain untuk melaksanakan pekerjaan. Pola perilaku tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni perilaku yang berorientasi pada hubungan, atau pada pekerjaan, atau kombinasi keduanya[5].
Dikaitkan dengan situasi dan kondisi yang cocok untuk penerapannya dan dampaknya pada iklim organisasi, gaya kepemimpinan menurut Daniel Goleman dapat dibedakan menjadi enam, yaitu coercive, authoritative, affiliative, democratic, pacesetting, dan coaching. Gaya kepemimpinan coercive memiliki ciri-ciri perilaku atau tindakan pemimpin yang menuntut ketaatan segera, dengan perintah: “Kerjakan apa yang saya katakan”, yang dilandasi kompetensi intelegensi emosional untuk mencapai tujuan, inisiatif, dan kontrol diri. Gaya ini paling cocok diterapkan dalam situasi krisis, untuk tujuan melakukan perbaikan-perbaikan, atau pada saat terjadi masalah karyawan. Dampaknya pada iklim organisasi biasanya negatif.
Kepemimpinan authoritative ditandai dengan tindakan pemimpin memobilisasi anggota-anggota organisasi pada suatu visi, dengan ajakan: “Mari bersama saya”,  yang dilandasi kompetensi intelegensi emosional penuh percaya diri, empati, dan katalis terhadap perubahan. Gaya kepemimpinan ini paling cocok diterapkan ketika perubahan-perubahan memerlukan adanya visi baru, atau ketika arah baru diperlukan. Dampak penerapannya terhadap iklim organisasi paling positif.
Kepemimpinan affiliative ditandai dengan tindakan pemimpin menciptakan harmoni dan membangun ikatan-ikatan emosional, dengan pedoman “Masyarakat atau publik yang dilayani adalah lebih penting”, yang dilandasi kompetensi intelegensi emosional penuh empati, membangun hubungan, dan komunikasi. Paling cocok diterapkan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan pada tim atau untuk memotivasi anggota tim dalam kondisi penuh tekanan. Dampak penerapannya pada iklim organisasi positif.
Kepemimpinan democratic ditandai dengan perilaku pemimpin yang mendorong pembentukan konsensus melalui partisipasi, dengan pertanyaan khas “Bagaimana pendapat Saudara?”, dan dilandasi kompetensi intelegensi emosional kolaborasi, kepemimpinan tim, dan komunikasi. Gaya ini paling cocok diterapkan untuk mendapatkan dukungan atau membentuk konsensus, atau untuk mendapatkan masukan dari karyawan yang dianggap penting. Dampak penerapannya pada iklim organisasi bersifat positif.
Kepemimpinan pacesetting ditandai dengan tindakan pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi, dengan perintah “Kerjakan seperti yang saya lakukan, sekarang”, dan landasan kompetensi penuh kesadaran, semangat untuk mencapai tujuan, dan inisiatif. Paling cocok diterapkan bila diinginkan hasil kerja secara cepat dari tim yang memiliki motivasi tinggi dan kompetensi. Dampak penerapannya pada iklim organisasi biasanya negatif. Sedangkan gaya kepemimpinan coaching ditandai dengan perilaku pemimpin membina karyawan demi masa depan, dengan permintaan khas “Cobalah ini”, dan landasan kompetensi mengembangkan orang lain, empati dan kesadaran diri. Paling cocok diterapkan untuk membantu karyawan meningkatkan kinerja atau membangun kekuatan jangka panjang. Dampak penerapannya pada iklim organisasi bersifat positif[6].

3.      Kekuasaan dan Taktik Politik[7]
1.      Taktik menyalahkan (attack and blame tactic) versus merangkul (make-everyone-a winner tactic). Taktik pertama adalah menyerang secara terbuka, baik dihadapan yang brsangkutan atau dengan menyebarkan informasi atau fakta-fakta yang menjatuhkan lawan. Taktik kedua adalah kita berusaha merangkul semua pihak dengan mencari suatu formula kebijakan atau solusi yang menguntungkan semua pihak. Atau setidaknya “kelihatan” menguntungkan bagi semua. Ini digunakan pada situasi-situasi yang membutuhkan konsensus.
2.      Taktik mengurangi ketidakpastian dan menggunakan informasi yang objektif (reduce-uncertanty and use-objective-information tactic). Taktik ini biasanya digunakan untuk menambah kekuasaan. Jadi, seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian merupakan suatu aset politik yang berharga. Pengertian ‘ketidakpastian’ disini adalah kondisi-kondisi dimana fungsi atau mekanisme organisasi tidak dapat memastikan hasil-hasil yang akan dicapainya.
3.      Menduduki posisi sentral atau posisi yang tidak tergantikan dalam organisasi (be-irreeplaceable or occupy-a-central-position tactic). Posisi-posisi atau jabatan yang pentingdan menentukan dalam organisasi selalu merupakan incaran semua orang, karena setiap jabatan mengandung otoritas dan memengaruhi banyak hal dalam organisasi.
4.      Menggalang koalisi dan aliansi (building-coalitions-and-alliances tactic). Dengan menggalang dukungan atau mencari sektutu yang lebih banyak, seseorang atau sebuah unit dapat menambah kekuasaannya dalam organisasi, dan juga lebih efektif dalam menggunakan kekuasaan.
5.      Taktik mengontrol agenda (act-unobstructively-and-control-agenda tactic). Seseorang berusaha mengontrol isu-isu yang perlu diangkat dalam agenda organisasi, isu-isu yang penting dan harus menjadi prioritas, serta berusaha menghilangkan atsu mengesampingkan isu-isu yang tidak menguntungkan posisinya.

4.      Teori Politik dalam Organisasi[8]
·         Teori Kontingensi Strategis menjelaskan tentang darimana sumber kekuasaan dalam organisasi. Menurut teori ini, kekuasaan berasal dari kemampuan untuk menyediakan sesuatu yang oleh organisasi bernilai tinggi dan hanya bisa diperoleh dari satu aktor social tertentu.
·         Teori Ketergantungan Sumber Daya menjelaskan dalam organisasi berasal dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan. Menurut teori ini, distribusi kekuasaan dalam organisasi dapat dijelaskan dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan. Teori ini memandang bahwa lingkungan hanya menciptakan ‘peluang-peluang kekuasaan’ (opportunities) dan masing-masing aktor atau unit dalam organisasi berbeda dalam menanggapinya. Jadi, menurut teori ini, politik internal organisasi pada dasarnya independen terhadap pengaruh lingkungan.
·         Teori Dua Wajah Kekuasaan merupakan pemikiran dari dua ahli politik Amerika, Peter Bachacrach dan Morton Baratz. Menurut mereka, kekuasaan dalam organisasi pada dasarnya memiliki dua wajah (two faces of power). Menurut teori ini, kekuasaan dapat pula diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mencegah suatu isu dikemukakan atau diangkat kepermukaan oleh aktor-aktor lain dalam organisasi.
·         Kritik Feminis adalah teori-teori yang menekankan pada efektivitas, produkktiivitas, dan efisiensi dalam organisasi merupakan sarana legitimasi dan justifikasi kekuasaan itu sendiri. Artinya, teori-teori tersebut memberi suatu logika pembenaran yang membuat kekuasaan dan status quo tertentu dalam organisasi adalah suatu  yang abash dan harus diterima. Jadi, menurut Pfeffer, literature manajemen dan teori organisasi itu sendiri adalah suatu tindakan politik. Kritik feminis memperluas gagasan ini dengan mengatakan bahwa kekuasaan dipergunakan untuk memarginalkan mereka yang tidak memiliki kekuasaan (tha powerless). Konsep merginalisasi ini direkatkan pada slogan post modern “berikan suara kepada yang dibungkam” (give voice to silence). Dalam hal ini kritik feminis terutama mengkaji marginalisasi kaum perempuan dalam kehidupan organisasi. Atau dengan perkataan lain, mereka mengangkat topik-topik seputar relasi gender dan politik gender dalam organisasi.

 

5.      Perilaku politik[9]

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah[10]:
·         Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
·         Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
·         Ikut serta dalam pesta politik
·         Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
·         Berhak untuk menjadi pimpinan politik
·         Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

6.      Pembangunan Politik Masyarakat[11]
·         Pada kenyataannya masyarakat kita belum semuanya paham dan mengerti mengenai politik baik secara khusus ataupun secara keseluruhan. Maka dari itu dengan tujuan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada masayrakat perlu kiranya dilakukan yang namanya pendidikan politik. Hal ini bisa dilakukan dalam pendidikan formal, informal ataupun non formal. Hal perlu mengingat seperti yang kita tau saat ini paradigma masyarakat tentang politik sangat kurang baik, mereka memandang dan berkata bahwa politik itu kotor. Benarkah? Karena hal itu sehingga angka golput dalam beberapa pemilihan umum begitu meningkat signifikan.
·         Selain itu tujuan dari pendidikan politik itu ditujukan untuk membangun dan meningkatkan partisipasi politik, guna mewujudkan tujuan dari politik itu sendiri seutuhnya sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang No.2 Tahun 2008 tentang partai politik.

7.      Politik Modernisasi[12]
·         Beberapa konsekuensi modernisasi harus diperhatikan seiring dengan pembicaraan yang dibahas. Orang-orang mungkin merasa kehilangan kepribadian moral mereka. Komunitas-komunitas yang mungkin kita kenal telah berubah bentuk. Masyarakat yang sedang dalam proses modernisasi diri mencari bentuk baru bagi kesempurnaan, kepastian baru untuk menggantikan sesuatu yang telah hilang melalui perubahan. Semua masyarakat yang memodernisasikan diri berada dalam proses transisi.
·         Efek kondisi-kondisi selama modernisasi adalah tekanan yang yang berlebihan pada kekuasaan. Kekuasaan adalah kompensasi bagi kelemahan dan disintegrasi serta yang paling potensial untuk dipenuhi. Proses modernisasi menghasilkan suatu dorongan kuat pada individu, kepemimpinan, serta kebengisan pada suatu waktu di saat masyarakat industri yang kompleks bergelut dengan masalah hilangnya individualitas, dengan alienasi dan perasaan individu yang berlebihan.
·         Modernisasi merupakan suatu tujuan yang tidak dibatasi pada sebuah tempat atau wilayah tunggal, pada sebuah Negara atau kelas tertentu atau pada sekelompok rakyat dengan hak-hak istimewa. Modernisasi dan keinginan untuk itu, menjangkau seluruh dunia. Jadi, modernisasi adalah sejenis harapan yang khusus. Melekat di dalamnya adalah seluruh revolusi sejarah masa lampau serta seluruh keinginan manusia yang paling tinggi. Apa pun arah yang diambilnya perjuangan untuk menjadi modern memberi arti tertentu bagi generasi kita. Ia menguji pranata dan kepercayaan lama kita.. ia meletakkan Negara kita di bursa gagasan dan ideologi. Begitu kerasnya kekuatan yang terjadi sehingga kita terpaksa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru terhadap pranata kita sendiri. Setiap Negara, apakah sudah modern, atau sedang menjadi modern, sama-sama mengharap dan takut akan hasilnya. Contohnya masalah politik kembar yang dihadapi semua pemerinyah yaitu perubahan yang tertata serta suksesi damai di dalam pemerintahan.
·         Pranata demokratis seperti yang kita ketahui telah mengalami transformasi yang begitu radikal di kebanyakan Negara yang sedang menjadi modern sehingga merupakan penyimpangan yang membuta bagi kita kalau tidak mengakui bahwa pranata-pranata tersebut telah berubah menjadi sesuatu yang lain. Pendekatan untuk melihat masyarakat seperti itu sebagai masyarakat yang prademokratis membawa kita pada pandangan bahwa pranata-pranata paksaan tertentu mungkin diperlukan bagi pengaturan dan integrasi dari suatu komunitas yang sedang menjadi modern.
·         Aspek dinamis dari modernisasi bagi studi politik dapat dinyatakan dalam proposisi umum, bahwa modernisasi adalah suatu proses meningkatnya kompleksitas masalah-masalah manusia di dalam mana kepolitikan harus bertindak. Inilah sebabnya mengapa ia menciptakan sejumlah masalah politik. Di dalam ukuran besar, politik menjadi urusan melingkupi deferensiasi peran sekaligus mengintegrasi stuktur organisasional. Namun tindakan-tindakan politik yang muncul dari meningkatnya kompleksitas semacam itu bukanlah tanggapan murni dari para pemimpin politik diluar konteks politik. Yang dimaksud konteks politik tersebut adalah dimana pemerintah melangsungan kewenangan karena struktur-strukturnya berubah begitu pula tanggapan politiknya.
·         Bagi para pengamat yang belajar di dalam tradisi Barat dan menaruh perhatian pada masalah-masalah masyarakat industry modern, suatu cara yang bermanfaat untuk menata hubungan ±hubungan sosial dan politik bagi tujuan- tujuan perbandingan adalah melalui studi tentang stratifikasi social.
·         Modernisasi mungkin bisa digambarkan didalam masyarakat nonindustri sebagai suatu penggantian (transposisi) peran-peran tertentu secara profesional, teknis, administrative serta penggantian institusi-institusi yang mendukung peran-peran ini seperi rumah sakit, sekolah, universitas,. Meskipun demikian, masyarakt nonindustri yang sedang menjadi modern kekurangan daya dorongan pemersatu seperti masyarakat industry.
Beberapa ciri modernisasi yang terdapat dalam masyarakat industri modern oleh F.X Sutton [13]:
1.      Keunggulan norma-norma universal, spesifik dan pencapaian.
2.      Tingginya derajat mobilitas social (secara umum, dan tidak harus dalam pengertian mobilitas vertical).
3.      System pembagian kerja yang berkembang baik, terpisah dari struktur social lainnya.
4.      System kelas ³egaliter´ didasarkan atas pola-pola umum dari pencapaian kerja.
5.      Adanya µasosiasi yang secara fungsional memiliki struktur khusus dan non-askriptif.







BAB III
                                                                  PENUTUP           

Kesimpulan
Pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun, menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya. Kepemimpinan dalam teori-teori behavioral, oleh para ahli dibedakan menurut perilaku atau tindakan yang dilakukan pemimpin dalam mempengaruhi bawahan menuju pencapaian tujuan organisasi. Salah satu teori klasik gaya kepemimpinan, yakni yang dikembangkan oleh Likert.
Politk lebih beridentik kepada Taktik menyalahkan (attack and blame tactic) versus merangkul (make-everyone-a winner tactic). Mengurangi ketidakpastian dan menggunakan informasi yang objektif (reduce-uncertanty and use-objective-information tactic). Menduduki posisi sentral atau posisi yang tidak tergantikan dalam organisasi (be-irreeplaceable or occupy-a-central-position tactic). Menggalang koalisi dan aliansi (building-coalitions-and-alliances tactic). Taktik mengontrol agenda (act-unobstructively-and-control-agenda tactic).
Dapat dirumuskan gaya kepemimpinan dan Politik juga digambarkan sebagai seorang yang tidak suka menonjolkan diri dan Selama 7 Presiden banyak keberhasilan dan kegagalan yang dihasilkan dari gaya kepemimpinan Politik. Berdasarkan pembahasan di atas, kekurangan darigaya kepemimpinan beliau menghasilkan eksploitasi sumber daya, diskriminasi SARA (terhadap warga Tionghoa dan Kepercayaan Beragama), meningkatnya praktik KKN, pembangunan Indonesia yang tidak merata, dll. Namun, dibalik kekurangan-kekurangan tersebut masih terdapat kelebihan dari gaya kepemimpinan politk diantaranya yaitu perkembangan perkapita Indonesia, kemajuan sektor migas, swasembada dll.

Saran
Untuk mewujudkan suatu tatanan baru yang sesuai dengan pancasila adanya pembinaan, penyuluhan dan pengarahan yang diberikan secara terus menerus. Pembinaan dan pengembangn kehidupan rohani dan mental spiritual warga diarahkan pada peningkatan kesadaran beragama dan kerukunan beragama untuk menanamkan moral, mental, dan iman yang baik dikalangan kampung (desa atau kelurahan).
Pembinaan dan pengarahan dalam kegiatan pertanian warga ditangani secara khusus, baik dalam cara bercocok tanam, penyediaan bibit unggul, tegasnya modernisasi pertanian, diharapkan dapat memperoleh penyuluhan dari instansi pertanian, sesuai dengan bidang tugasnya, atau dapat dikombinasikan dengan bimbingan kerja dari Lembaga-lembaga   mahasiswa PPL dan mahasiswa KKN atau oleh tenaga sukarela ini diharapkan dapat menciptakan ruang hidup baru serta dapat melaksanakan pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa di kalangan generasi muda sebagai generasi penerus.


DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. ABRI dan Permasalahannya-Pemikiran Reflektif Peranan ABRI di Era Pembangunan Bandung: Mandar Maju, 1996.
Khalili. S. Leadership Style and their Applications in the Iranian Management System.Tehran: Iran, 1994
Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan. Cetakan Kesembilan  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001).
Lihat: M. Arab, M. Tajbar & F. Akbari. op.cit.
Bakhtiar Sabhani Varaki, op.cit.
Daniel Goelman, Leadership that Gets Results. Harvard Business Review. 2000. hal. 82-83
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 1992
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,  2000
Haryanto, Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, 1998
Widagdo, Manajemen Pemasaran Partai Politik Era Reformasi, 1996
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia: 1988
Hendel, Tova, Miri Fish & Vered Galon, “Leadership style and choice of strategy in conflict management among Israeli nurse managers in general hospitals”, International Education Journal, Vol. 4 No. 3, 2003, http://www.iej.cjb.net
Pingree, S., R. Hawkins, M. Butler & W. Paisley, “A scale of sexism”, Journal of Communication, 24, hal. 193-200; R. Kolbe & P. Albanese, “Man to man: a content analysis of sole-male images in male audience magazines”, Journal of Advertising, 25 (4), hal. 1-20.
Rasidi, Zaim. Soeharto Menjaring Matahari ( Bandung: Mizan, 1998).











(MAKALAH TERSTRUKTUR KELOMPOK)

MAKALAH : ILMU TASAWUF


Disusun Oleh :
Kelompok IV P.... B
1.       ..............
2.       ..............
3.       ..............
4.       ..............




Dosen Pembibimbing : ....................................







Jurusan Pendidikan .................

SEKOLAH TINGGI ........................................ JAMBI
2014





 

 
 




KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang, karena dengan pendidikan seseorang dapat meraih cita-cita yang diinginkan. Tentunya untuk mencapai cita-cita tersebut seseorang membutuhkan pendidik untuk membantunya mewujudkan cita-citanya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Ilmu Tasauf menganai IttihadHululWahdah al-Wujud maupun Isyraq serta Takafur Dan Dzikir yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita. Makalah ini di susun penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Sekolah ...................... Jambi. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Jambi,   Okrober 2014

Penyusun












i
 
 





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I      : .. PENDAHULUAN 
                     Latar Belakang...................................................................................................... 1
BAB II    : .. PEMBAHASAN 
                     HULUL dan ITTIHAD
A.    Defenisi Al-Ittihad......................................................................................... 2
B.     Defenisi Al-Hulul........................................................................................... 3
C.     Pandangan Ulama terkait Ittihad dan Hulul.................................................. 5
TAKKAFUR dan DZIKIR
A.    Masalah Tafakur............................................................................................. 6
B.     Masalah Dzikir............................................................................................... 7
C.     Dzikir sama’ dan Fana’.................................................................................. 9
D.    Kaitan Tafakur dan Dzikir............................................................................. 9
BAB III   : .. PENUTUP 
                     Kesimpulan ........................................................................................................... 11
                      DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12
ii
 
ii
 
 



[1]       Kartini Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan. Cetakan Kesembilan  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 25.
[2]                  Kartini Kartono, ibid., hal. 31.
[3]                   S. Khalili. Leadership Style and their Applications in the Iranian Management System. (Tehran: Iran, 1994), hal. 47.
[4]                   Lihat: M. Arab, M. Tajbar & F. Akbari. op.cit.
[5]                   Bakhtiar Sabhani Varaki, op.cit.
[6]     Daniel Goelman, Leadership that Gets Results. Harvard Business Review. 2000. hal. 82-83.
[7]     Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 1992
[8]     Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,  2000
[9]     Haryanto, Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, 1998
[10]    http://blog.unila.ac.id/harisun/files/2010/01/Makalah-Teori-Politik.doc
[11]    Widagdo, Manajemen Pemasaran Partai Politik Era Reformasi, 1996
[12]    Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia: 1988

Tidak ada komentar:

Posting Komentar