BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Berbicara kepemimpinan
masa depan erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki
oleh bangsa ini. Pemimpin yang berwawasan kebangsaaan dalam menghadapi
permasalahan bangsa yang demikian kompleks. Ini selaras dengan kerangka ideal
normatif sistem kepemimpinan nasional sebagai sebuah sistem dalam arti statik
maupun arti dinamik. Dalam arti sistem yang bersifat statik, sistem
kepemimpinan nasional adalah keseluruhan komponen bangsa secara hierarkial (state
leadership, political and entrepreneural leadership and societal leadership)
maupun pada tatanan secara horizontal dalam bidang ekonomi, politik, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Sementara itu, dalam sistem yang bersifat
dinamik, sistem kepemimpinan nasional adalah keseluruhan aktivitas kepemimpinan
yang berporos dari dan komponen proses transformasi (interaksi moral, etika dan
gaya kepemimpinan) dan akhirnya keluar dalam bentuk orientasi kepemimpinan yang
berdimensi aman, damai, adil dan sejahtera.
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan
dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara.
Secara etimologi politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota).
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi,
kebijakan.
Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata
"politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
Proses politik dalam
organisasi dapat diartikan dua hal. Pertama, penggunaan kekuasaan itu sendiri,
bahwa politik dalam organisasi pada dasarnya adalah penggunaan kekuasaan
(exercise of power). Kedua, proses politik dalam organisasi dapat juga
diartikan sebagai upaya seseorang untuk menambah kekuasaan yang dimilikinnya.
Politik dalam organisasi adalah aktivitas-aktivitas manajer dan pegawai/anggota
dalam rangka meningkatkan kekuasaan mereka (menambah kekuasaan) dan mempersuasi
pihak-pihak lain yang demi mencapai berbagai sasaran dan tujuan personal mereka
(menggunakan kekuasaan).
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Teori
Kepemimpinan
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan konsep-konsep yang
sangat universal sifatnya. Fenomena pemimpin (leader) dan kepemimpinan (leadership)
dapat ditemukan di seluruh dunia dalam kehidupan kekeluargaan, kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan. Pemimpin dan kepemimpinan biasanya terdapat dalam
struktur organisasi formal, dari yang ukurannya terkecil seperti keluarga
sampai dengan yang ukurannya terbesar seperti negara dan organisasi
negara-negara. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap usaha
kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama. Kata
pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun,
menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai
tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan
aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah
dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan
ke-pemimpinannya.
Stogdill
(1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai
kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi
kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros
dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as
the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly
agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common
good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan
sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para
anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan
manfaat individu dan organisasi.
Menurut Kartini Kartono, dalam organisasi dimana terdapat
situasi bekerjasama diantara orang-orang di dalamnya maka dibutuhkan adanya
pemimpin dan kepemimpinan[1]. Konsep-konsep pemimpin dan kepemimpinan selalu
berkaitan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. Kekuasaan ialah
kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberi wewenang kepada pemimpin guna
mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu. Kewibawaan ialah
kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu mbawani atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh
kepada pemimpin dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Kemampuan
ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan/ketrampilan teknis
maupun sosial yang dianggap melebihi kemampuan orang yang dipimpin[2]. Kepemimpinan mencakup pengetahuan dan ketrampilan yang
mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan orang-orang lain[3].
2.
Teori
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan
dalam teori-teori behavioral, oleh
para ahli dibedakan menurut perilaku atau tindakan yang dilakukan pemimpin
dalam mempengaruhi bawahan menuju pencapaian tujuan organisasi. Salah satu
teori klasik gaya kepemimpinan, yakni yang dikembangkan oleh Likert (1961),
membedakan gaya kepemimpinan menjadi empat, yaitu
”exploitative-authoritative”,
“benevolent-authoritative”, “consultative”, dan “participative”. Menurut Likert, gaya kepemimpinan berada suatu
kontinuum, dapat bergerak dari yang berorientasi pada tugas dampai dengan yang
berorientasi pada hubungan dengan staf[4].
Gaya kepemimpinan, menurut Varaki, merupakan pola perilaku yang digunakan
seorang pemimpin dalam mengarahkan orang lain untuk melaksanakan pekerjaan.
Pola perilaku tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni perilaku yang
berorientasi pada hubungan, atau pada pekerjaan, atau kombinasi keduanya[5].
Dikaitkan dengan
situasi dan kondisi yang cocok untuk penerapannya dan dampaknya pada iklim
organisasi, gaya kepemimpinan menurut Daniel Goleman dapat dibedakan menjadi
enam, yaitu coercive, authoritative, affiliative, democratic, pacesetting, dan coaching. Gaya kepemimpinan coercive
memiliki ciri-ciri perilaku atau tindakan pemimpin yang menuntut ketaatan
segera, dengan perintah: “Kerjakan apa yang saya katakan”, yang dilandasi
kompetensi intelegensi emosional untuk mencapai tujuan, inisiatif, dan kontrol
diri. Gaya ini paling cocok diterapkan dalam situasi krisis, untuk tujuan
melakukan perbaikan-perbaikan, atau pada saat terjadi masalah karyawan.
Dampaknya pada iklim organisasi biasanya negatif.
Kepemimpinan
authoritative ditandai dengan
tindakan pemimpin memobilisasi anggota-anggota organisasi pada suatu visi,
dengan ajakan: “Mari bersama saya”, yang
dilandasi kompetensi intelegensi emosional penuh percaya diri, empati, dan
katalis terhadap perubahan. Gaya kepemimpinan ini paling cocok diterapkan
ketika perubahan-perubahan memerlukan adanya visi baru, atau ketika arah baru
diperlukan. Dampak penerapannya terhadap iklim organisasi paling positif.
Kepemimpinan
affiliative ditandai dengan tindakan
pemimpin menciptakan harmoni dan membangun ikatan-ikatan emosional, dengan
pedoman “Masyarakat atau publik yang dilayani adalah lebih penting”, yang
dilandasi kompetensi intelegensi emosional penuh empati, membangun hubungan,
dan komunikasi. Paling cocok diterapkan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan
pada tim atau untuk memotivasi anggota tim dalam kondisi penuh tekanan. Dampak
penerapannya pada iklim organisasi positif.
Kepemimpinan
democratic ditandai dengan perilaku
pemimpin yang mendorong pembentukan konsensus melalui partisipasi, dengan
pertanyaan khas “Bagaimana pendapat Saudara?”, dan dilandasi kompetensi
intelegensi emosional kolaborasi, kepemimpinan tim, dan komunikasi. Gaya ini
paling cocok diterapkan untuk mendapatkan dukungan atau membentuk konsensus,
atau untuk mendapatkan masukan dari karyawan yang dianggap penting. Dampak
penerapannya pada iklim organisasi bersifat positif.
Kepemimpinan
pacesetting ditandai dengan tindakan
pemimpin menetapkan standar kinerja yang tinggi, dengan perintah “Kerjakan
seperti yang saya lakukan, sekarang”, dan landasan kompetensi penuh kesadaran,
semangat untuk mencapai tujuan, dan inisiatif. Paling cocok diterapkan bila
diinginkan hasil kerja secara cepat dari tim yang memiliki motivasi tinggi dan
kompetensi. Dampak penerapannya pada iklim organisasi biasanya negatif.
Sedangkan gaya kepemimpinan coaching
ditandai dengan perilaku pemimpin membina karyawan demi masa depan, dengan
permintaan khas “Cobalah ini”, dan landasan kompetensi mengembangkan orang
lain, empati dan kesadaran diri. Paling cocok diterapkan untuk membantu
karyawan meningkatkan kinerja atau membangun kekuatan jangka panjang. Dampak
penerapannya pada iklim organisasi bersifat positif[6].
3.
Kekuasaan
dan Taktik Politik[7]
1. Taktik
menyalahkan (attack and blame tactic)
versus merangkul (make-everyone-a winner
tactic). Taktik pertama adalah menyerang secara terbuka, baik dihadapan
yang brsangkutan atau dengan menyebarkan informasi atau fakta-fakta yang
menjatuhkan lawan. Taktik kedua adalah kita berusaha merangkul semua pihak
dengan mencari suatu formula kebijakan atau solusi yang menguntungkan semua
pihak. Atau setidaknya “kelihatan” menguntungkan bagi semua. Ini digunakan pada
situasi-situasi yang membutuhkan konsensus.
2. Taktik
mengurangi ketidakpastian dan menggunakan informasi yang objektif (reduce-uncertanty and
use-objective-information tactic). Taktik ini biasanya digunakan untuk
menambah kekuasaan. Jadi, seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengatasi
ketidakpastian merupakan suatu aset politik yang berharga. Pengertian
‘ketidakpastian’ disini adalah kondisi-kondisi dimana fungsi atau mekanisme
organisasi tidak dapat memastikan hasil-hasil yang akan dicapainya.
3. Menduduki
posisi sentral atau posisi yang tidak tergantikan dalam organisasi (be-irreeplaceable or
occupy-a-central-position tactic). Posisi-posisi atau jabatan yang
pentingdan menentukan dalam organisasi selalu merupakan incaran semua orang,
karena setiap jabatan mengandung otoritas dan memengaruhi banyak hal dalam
organisasi.
4. Menggalang
koalisi dan aliansi (building-coalitions-and-alliances
tactic). Dengan menggalang dukungan atau mencari sektutu yang lebih banyak,
seseorang atau sebuah unit dapat menambah kekuasaannya dalam organisasi, dan
juga lebih efektif dalam menggunakan kekuasaan.
5. Taktik
mengontrol agenda (act-unobstructively-and-control-agenda
tactic). Seseorang berusaha mengontrol isu-isu yang perlu diangkat dalam
agenda organisasi, isu-isu yang penting dan harus menjadi prioritas, serta
berusaha menghilangkan atsu mengesampingkan isu-isu yang tidak menguntungkan
posisinya.
4.
Teori
Politik dalam Organisasi[8]
·
Teori Kontingensi Strategis menjelaskan
tentang darimana sumber kekuasaan dalam organisasi. Menurut teori ini,
kekuasaan berasal dari kemampuan untuk menyediakan sesuatu yang oleh organisasi
bernilai tinggi dan hanya bisa diperoleh dari satu aktor social tertentu.
·
Teori Ketergantungan Sumber Daya menjelaskan
dalam organisasi berasal dari ketergantungan organisasi terhadap lingkungan.
Menurut teori ini, distribusi kekuasaan dalam organisasi dapat dijelaskan dari
ketergantungan organisasi terhadap lingkungan. Teori ini memandang bahwa
lingkungan hanya menciptakan ‘peluang-peluang kekuasaan’ (opportunities) dan
masing-masing aktor atau unit dalam organisasi berbeda dalam menanggapinya.
Jadi, menurut teori ini, politik internal organisasi pada dasarnya independen
terhadap pengaruh lingkungan.
·
Teori Dua Wajah Kekuasaan merupakan
pemikiran dari dua ahli politik Amerika, Peter Bachacrach dan Morton Baratz.
Menurut mereka, kekuasaan dalam organisasi pada dasarnya memiliki dua wajah
(two faces of power). Menurut teori ini, kekuasaan dapat pula diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mencegah suatu isu dikemukakan atau diangkat
kepermukaan oleh aktor-aktor lain dalam organisasi.
·
Kritik Feminis adalah teori-teori yang
menekankan pada efektivitas, produkktiivitas, dan efisiensi dalam organisasi
merupakan sarana legitimasi dan justifikasi kekuasaan itu sendiri. Artinya,
teori-teori tersebut memberi suatu logika pembenaran yang membuat kekuasaan dan
status quo tertentu dalam organisasi adalah suatu yang abash dan harus diterima. Jadi, menurut
Pfeffer, literature manajemen dan teori organisasi itu sendiri adalah suatu
tindakan politik. Kritik feminis memperluas gagasan ini dengan mengatakan bahwa
kekuasaan dipergunakan untuk memarginalkan mereka yang tidak memiliki kekuasaan
(tha powerless). Konsep merginalisasi ini direkatkan pada slogan post modern
“berikan suara kepada yang dibungkam” (give voice to silence). Dalam hal ini
kritik feminis terutama mengkaji marginalisasi kaum perempuan dalam kehidupan
organisasi. Atau dengan perkataan lain, mereka mengangkat topik-topik seputar
relasi gender dan politik gender dalam organisasi.
5. Perilaku
politik[9]
Perilaku politik atau (Inggris:Politic
Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok
diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan
perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah[10]:
·
Melakukan pemilihan untuk memilih wakil
rakyat / pemimpin
·
Mengikuti dan berhak menjadi insan
politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau
organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
·
Ikut serta dalam pesta politik
·
Ikut mengkritik atau menurunkan para
pelaku politik yang berotoritas
·
Berhak untuk menjadi pimpinan politik
·
Berkewajiban untuk melakukan hak dan
kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah
disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku
6.
Pembangunan Politik Masyarakat[11]
·
Pada kenyataannya masyarakat kita belum semuanya paham
dan mengerti mengenai politik baik secara khusus ataupun secara keseluruhan.
Maka dari itu dengan tujuan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada
masayrakat perlu kiranya dilakukan yang namanya pendidikan politik. Hal ini
bisa dilakukan dalam pendidikan formal, informal ataupun non formal. Hal perlu
mengingat seperti yang kita tau saat ini paradigma masyarakat tentang politik
sangat kurang baik, mereka memandang dan berkata bahwa politik itu kotor.
Benarkah? Karena hal itu sehingga angka golput dalam beberapa pemilihan umum
begitu meningkat signifikan.
·
Selain itu tujuan dari pendidikan politik itu
ditujukan untuk membangun dan meningkatkan partisipasi politik, guna mewujudkan
tujuan dari politik itu sendiri seutuhnya sesuai dengan yang tertuang dalam
Undang-undang No.2 Tahun 2008 tentang partai politik.
7.
Politik Modernisasi[12]
·
Beberapa konsekuensi modernisasi harus diperhatikan
seiring dengan pembicaraan yang dibahas. Orang-orang mungkin merasa kehilangan
kepribadian moral mereka. Komunitas-komunitas yang mungkin kita kenal telah
berubah bentuk. Masyarakat yang sedang dalam proses modernisasi diri mencari
bentuk baru bagi kesempurnaan, kepastian baru untuk menggantikan sesuatu yang
telah hilang melalui perubahan. Semua masyarakat yang memodernisasikan diri
berada dalam proses transisi.
·
Efek kondisi-kondisi selama modernisasi adalah tekanan
yang yang berlebihan pada kekuasaan. Kekuasaan adalah kompensasi bagi kelemahan
dan disintegrasi serta yang paling potensial untuk dipenuhi. Proses modernisasi
menghasilkan suatu dorongan kuat pada individu, kepemimpinan, serta kebengisan
pada suatu waktu di saat masyarakat industri yang kompleks bergelut dengan
masalah hilangnya individualitas, dengan alienasi dan perasaan individu yang
berlebihan.
·
Modernisasi merupakan suatu tujuan yang tidak dibatasi
pada sebuah tempat atau wilayah tunggal, pada sebuah Negara atau kelas tertentu
atau pada sekelompok rakyat dengan hak-hak istimewa. Modernisasi dan keinginan
untuk itu, menjangkau seluruh dunia. Jadi, modernisasi adalah sejenis harapan
yang khusus. Melekat di dalamnya adalah seluruh revolusi sejarah masa lampau
serta seluruh keinginan manusia yang paling tinggi. Apa pun arah yang
diambilnya perjuangan untuk menjadi modern memberi arti tertentu bagi generasi
kita. Ia menguji pranata dan kepercayaan lama kita.. ia meletakkan Negara kita
di bursa gagasan dan ideologi. Begitu kerasnya kekuatan yang terjadi sehingga
kita terpaksa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru terhadap pranata kita
sendiri. Setiap Negara, apakah sudah modern, atau sedang menjadi modern,
sama-sama mengharap dan takut akan hasilnya. Contohnya masalah politik kembar
yang dihadapi semua pemerinyah yaitu perubahan yang tertata serta suksesi damai
di dalam pemerintahan.
·
Pranata demokratis seperti yang kita ketahui telah
mengalami transformasi yang begitu radikal di kebanyakan Negara yang sedang
menjadi modern sehingga merupakan penyimpangan yang membuta bagi kita kalau
tidak mengakui bahwa pranata-pranata tersebut telah berubah menjadi sesuatu
yang lain. Pendekatan untuk melihat masyarakat seperti itu sebagai masyarakat
yang prademokratis membawa kita pada pandangan bahwa pranata-pranata paksaan
tertentu mungkin diperlukan bagi pengaturan dan integrasi dari suatu komunitas
yang sedang menjadi modern.
·
Aspek dinamis dari modernisasi bagi studi politik
dapat dinyatakan dalam proposisi umum, bahwa modernisasi adalah suatu proses
meningkatnya kompleksitas masalah-masalah manusia di dalam mana kepolitikan
harus bertindak. Inilah sebabnya mengapa ia menciptakan sejumlah masalah politik.
Di dalam ukuran besar, politik menjadi urusan melingkupi deferensiasi peran
sekaligus mengintegrasi stuktur organisasional. Namun tindakan-tindakan politik
yang muncul dari meningkatnya kompleksitas semacam itu bukanlah tanggapan murni
dari para pemimpin politik diluar konteks politik. Yang dimaksud konteks
politik tersebut adalah dimana pemerintah melangsungan kewenangan karena
struktur-strukturnya berubah begitu pula tanggapan politiknya.
·
Bagi para pengamat yang belajar di dalam tradisi Barat
dan menaruh perhatian pada masalah-masalah masyarakat industry modern, suatu
cara yang bermanfaat untuk menata hubungan ±hubungan sosial dan politik bagi
tujuan- tujuan perbandingan adalah melalui studi tentang stratifikasi social.
·
Modernisasi mungkin bisa digambarkan didalam
masyarakat nonindustri sebagai suatu penggantian (transposisi) peran-peran
tertentu secara profesional, teknis, administrative serta penggantian
institusi-institusi yang mendukung peran-peran ini seperi rumah sakit, sekolah,
universitas,. Meskipun demikian, masyarakt nonindustri yang sedang menjadi
modern kekurangan daya dorongan pemersatu seperti masyarakat industry.
Beberapa
ciri modernisasi yang terdapat dalam masyarakat industri modern oleh F.X Sutton
[13]:
1.
Keunggulan norma-norma universal, spesifik dan
pencapaian.
2.
Tingginya derajat mobilitas social (secara umum, dan
tidak harus dalam pengertian mobilitas vertical).
3.
System pembagian kerja yang berkembang baik, terpisah
dari struktur social lainnya.
4.
System kelas ³egaliter´ didasarkan atas pola-pola umum
dari pencapaian kerja.
5.
Adanya µasosiasi yang secara fungsional memiliki
struktur khusus dan non-askriptif.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau
mengatur, menuntun, menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin
mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap
keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu
tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan
ke-pemimpinannya. Kepemimpinan dalam teori-teori behavioral, oleh para ahli dibedakan
menurut perilaku atau tindakan yang dilakukan pemimpin dalam mempengaruhi
bawahan menuju pencapaian tujuan organisasi. Salah satu teori klasik gaya
kepemimpinan, yakni yang dikembangkan oleh Likert.
Politk
lebih beridentik kepada Taktik menyalahkan (attack
and blame tactic) versus merangkul (make-everyone-a
winner tactic). Mengurangi ketidakpastian dan menggunakan informasi yang
objektif (reduce-uncertanty and
use-objective-information tactic). Menduduki posisi sentral atau posisi
yang tidak tergantikan dalam organisasi (be-irreeplaceable
or occupy-a-central-position tactic). Menggalang koalisi dan aliansi (building-coalitions-and-alliances tactic).
Taktik mengontrol agenda (act-unobstructively-and-control-agenda
tactic).
Dapat
dirumuskan gaya kepemimpinan dan Politik juga
digambarkan sebagai seorang yang tidak suka menonjolkan diri dan Selama 7
Presiden banyak keberhasilan dan kegagalan yang dihasilkan dari gaya
kepemimpinan Politik. Berdasarkan pembahasan di atas, kekurangan darigaya
kepemimpinan beliau menghasilkan eksploitasi sumber daya, diskriminasi SARA (terhadap
warga Tionghoa dan Kepercayaan Beragama), meningkatnya praktik KKN, pembangunan
Indonesia yang tidak merata, dll. Namun, dibalik kekurangan-kekurangan tersebut
masih terdapat kelebihan dari gaya kepemimpinan politk diantaranya yaitu
perkembangan perkapita Indonesia, kemajuan sektor migas, swasembada dll.
Saran
Untuk mewujudkan suatu tatanan baru yang sesuai dengan
pancasila adanya
pembinaan, penyuluhan dan pengarahan yang diberikan secara terus menerus.
Pembinaan dan pengembangn kehidupan rohani dan mental spiritual warga diarahkan
pada peningkatan kesadaran beragama dan kerukunan beragama untuk menanamkan
moral, mental, dan iman yang baik dikalangan kampung (desa atau kelurahan).
Pembinaan
dan pengarahan dalam kegiatan pertanian warga ditangani secara khusus, baik
dalam cara bercocok tanam, penyediaan bibit unggul, tegasnya modernisasi
pertanian, diharapkan dapat memperoleh penyuluhan dari instansi pertanian,
sesuai dengan bidang tugasnya, atau dapat dikombinasikan dengan bimbingan kerja
dari Lembaga-lembaga mahasiswa PPL dan
mahasiswa KKN atau oleh tenaga sukarela ini
diharapkan dapat menciptakan ruang hidup baru serta dapat melaksanakan
pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa di kalangan generasi muda sebagai
generasi penerus.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini.
ABRI dan Permasalahannya-Pemikiran Reflektif Peranan ABRI di Era Pembangunan
Bandung: Mandar Maju, 1996.
Khalili.
S.
Leadership Style and their Applications
in the Iranian Management System.Tehran: Iran, 1994
Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan. Cetakan Kesembilan
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001).
Lihat:
M. Arab, M. Tajbar & F. Akbari. op.cit.
Bakhtiar
Sabhani Varaki, op.cit.
Daniel
Goelman, Leadership that Gets Results. Harvard
Business Review. 2000. hal. 82-83
Ramlan
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 1992
Miriam
Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 2000
Haryanto,
Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, 1998
Widagdo,
Manajemen Pemasaran Partai Politik Era
Reformasi, 1996
Rusadi
Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia:
1988
Hendel, Tova, Miri Fish & Vered
Galon, “Leadership style and choice of strategy in conflict management among
Israeli nurse managers in general hospitals”, International Education Journal, Vol. 4 No. 3, 2003, http://www.iej.cjb.net
Pingree, S., R. Hawkins, M. Butler
& W. Paisley, “A scale of sexism”, Journal
of Communication, 24, hal. 193-200; R. Kolbe & P. Albanese, “Man to
man: a content analysis of sole-male images in male audience magazines”, Journal of Advertising, 25 (4), hal.
1-20.
Rasidi,
Zaim. Soeharto Menjaring Matahari (
Bandung: Mizan, 1998).
(MAKALAH TERSTRUKTUR KELOMPOK)
MAKALAH : ILMU TASAWUF
Disusun Oleh :
Kelompok IV P.... B
1. ..............
2. ..............
3. ..............
4. ..............
Dosen Pembibimbing : ....................................
Jurusan Pendidikan .................
SEKOLAH
TINGGI ........................................ JAMBI
2014
|
||||
|
KATA PENGANTAR
Segala puji
hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah
SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
kehidupan seseorang, karena dengan pendidikan seseorang dapat meraih cita-cita
yang diinginkan. Tentunya untuk mencapai cita-cita tersebut seseorang
membutuhkan pendidik untuk membantunya mewujudkan cita-citanya.
Makalah ini
disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Ilmu Tasauf menganai Ittihad, Hulul, Wahdah al-Wujud maupun Isyraq serta Takafur Dan
Dzikir yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi dan berita. Makalah ini di susun penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Sekolah ......................
Jambi. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.
Jambi, Okrober
2014
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I : .. PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................................... 1
BAB II : .. PEMBAHASAN
HULUL dan ITTIHAD
A. Defenisi
Al-Ittihad......................................................................................... 2
B. Defenisi
Al-Hulul........................................................................................... 3
C. Pandangan
Ulama terkait Ittihad dan Hulul.................................................. 5
TAKKAFUR dan
DZIKIR
A. Masalah
Tafakur............................................................................................. 6
B. Masalah
Dzikir............................................................................................... 7
C. Dzikir sama’
dan Fana’.................................................................................. 9
D. Kaitan
Tafakur dan Dzikir............................................................................. 9
BAB III : .. PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12
|
||||
|
[1] Kartini
Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan. Cetakan
Kesembilan (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), hal. 25.
[3] S. Khalili. Leadership Style and their Applications in the Iranian Management
System. (Tehran: Iran, 1994), hal. 47.
[7] Ramlan
Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 1992
[8] Miriam
Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 2000
[9] Haryanto, Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, 1998
[10] http://blog.unila.ac.id/harisun/files/2010/01/Makalah-Teori-Politik.doc
[11] Widagdo,
Manajemen Pemasaran Partai Politik Era
Reformasi, 1996
[12] Rusadi
Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia:
1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar