Jumat, 24 Oktober 2014

MAKALAH FILSAFAT " Friedrich Nietzsche "

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang [1]
Pada tahun 1865, Nietzsche memutuskan untuk tidak belajar teologi, keputusan ini sangat erat hubungannya dengan keraguannya akan keimanannya dan tentunya mendapat tantangan dari ibunya. Namun ia pernah menulis surat yang isinya
“Jika engkau haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, maka percayalah, jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, maka carilah…[2]
dan pemikiran ini yang mendasari Nietzsche untuk menjadi free thinker. Di universitas Bonn, ia hanya bertahan selama 2 semester kemudian pindah ke kota Leipzig untuk belajar filologi klasik selama 4 semester di bawah bimbingan Friedrich Ritschl dan hal ini banyak membantu kemahiran Nietzsche dalam bidang filologi klasik. Di sini ia banyak mendapatkan penghargaan di bidang filologi klasik dari universitas. Di sini pulalah, secara kebetulan di tukang loak, dia menemukan buku Schopenhauer yang berjudul “Die Welt als Wille und Vorstellung”. Di kota ini pula, ia meninggalkan agamanya.
Tahun 1867 sampai 1868, Nietzsche mengikuti wajib militer untuk melawan Perancis sebagai salah satu penunggang kuda resimen artileri lapangan dekat Naumburg dan di sana ia mendapatkan banyak pengalaman yang tak terduga. Masa dinasnya berakhir karena ia mengalami kecelakaan jatuh dari kuda dan terluka. Setelah berakhirnya masa dinas militer, Nietzsche merasa studi filologi itu hambar dan mati, namun pendapat ini berubah setelah ia berkenalan secara pribadi dengan musisi Richard Wagner di rumah Herman Brockhaus (1806-1877), seorang ahli pengetahuan ketimuran yang telah menikah dengan adik Wagner. Dari sinilah Nietzsche memperoleh optimismenya kembali bahwa kebebasan dan karya yang jenius masih dapat dicapai asalkan diresapi oleh semangat Wagner.
Pada tahun 1869, atas rekomendasi dari Ritschl, Nietzsche diangkat menjadi professor luar biasa jurusan filologi klasik dan mendapatkan gelar doktornya tanpa ujian. Ia kemudian mengajar di Universitas Basle. Setelah mendapatkan itu semua, Nietzsche berencana melepaskan kewarganegaraan Prusia. Kemudian ia mulai mengawali serangkaian kunjungan idilisnya pada Wagner di daerah Tribschen, dekat danau Lucerne.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Hidup Friedrich Nietzsche
Ia merupakan seorang putra dari pendeta Lutheran Carl Ludwig Nietzsche (1813-1849) dan Franziska. Ia memiliki nama lajang Oehler (1826-1897). Ia diberi nama tersebut untuk menghormati kaisar Prusia Friedrich Wilhelm IV yang memiliki tanggal lahir yang sama. Adik perempuannya Elisabeth dilahirkan pada 1846. Setelah kematian ayahnya pada tahun 1849 serta adik laki-lakinya Ludwig Joseph (1848-1850), keluarga ini pindah ke Naumburg dekat Saale.
Pada tahun 1858, Nietzsche masuk sekolah arama di Pforta dan memperoleh nilai tinggi dalam bidang agama, sastra Jerman dan zaman klasik. Setelah lulus dari Pforta, pada tahun 1864 ia belajar di Universitas Bonn bidang teologi dan filologi klasik. Sayangnya, hanya setahun ia belajar di sana dan kemudian pindah ke Leipzig. Tahun 1869-1879 ia dipanggil Universitas Basel untuk mengajar filologi dan setelah itu ia terpaksa pensiun dengan alasan kesehatan. Kehidupan produktif Nietzsche berlangsung hingga tahun 1889, hingga pada akhirnya tahun 1900 ia meninggal karena penyakit kelamin yang dideritanya.
Pada bulan Maret tahun 1870, Nietzsche diangkat menjadi profesor penuh. Sejak saat itu pula secara sukarela, ia ikut dalam perang antara Perancis dan Prusia sebagai perawat medis pada bulan Agustus tahun yang sama. Baru hari keempat sejak keikutsertaannya sebagai tenaga medis, Nietzsche terserang disentri dan diphtheria sehingga ia kembali ke Basle untuk mengajar. Pada bulan Oktober 1870, Nietzsche bertemu dengan Franz Overbeck dan hidup serumah bersamanya selama lima tahun. Ia banyak belajar kata-kata dan sejarah kuno dari Franz Overbeck yang merupakan seorang sejarahwan.
Beberapa tahun kemudian, Nietzsche terlibat skandal asmara dengan gadis bernama Lou Andreas Salomé. Namun pernikahan impiannya gagal karena tidak disetujui oleh kakak perempuannya yang mengetahui adanya asmara segitiga antara Nietzsche, Lou dan Paul Ree. Setelah sadar pernikahannya tidak akan pernah terwujud, ia jatuh ke jurang keputusasaan yang sampai menjadi depresi. Depresi inilah yang lama-kelaman membuatnya gila pada 1889.
Setelah Nietzsche benar-benar menjadi gila, ia dirawat oleh kakak perempuannya hingga akhirnya Nietzsche meninggal pada 1900 di Weimar. Kematiannya termasuk yang tragis, karena selain ia meninggal dalam keadaan gila, ia juga meninggal karena tidak bisa menikahi Lou serta ia juga tidak mengetahui bahwa ibunya juga telah meninggal.

B.      Pokok-pokok Pemikiran
Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang 'kebenaran' atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche juga dikenal sebagai "sang pembunuh Tuhan" (dalam Also sprach Zarathustra). Ia memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zamannya (dengan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi atau Umwertung aller Werten) yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan (keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian, sehingga menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan). Walaupun demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi untuk menaklukan nihilisme (Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh kehidupan (Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht).
Selain itu Nietzsche dikenal sebagai filsuf seniman (Künstlerphilosoph) dan banyak mengilhami pelukis modern Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz Marc, Francis Bacon,dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert Musil, dan Thomas Mann. Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan metafisik yang memiliki kemampuan untuk mentransformasikan tragedi hidup.

Nietzsche dan Kosmologi
Dalam pemahaman Nietzsche tentang kosmologi adalah bahwa kosmologi merupaka sesuatu yang kekal dan abadi. Yang melandasi pernyataan tersebut adalah bersandar terhadap teori Porphirus dalam kehidupan Phitagoras yang menyatakan “Menurut siklus-siklus periodik, maka apa yang terjadi akan terjadi lalgi pada suatu hari. Sebab tidak ada hal yang sama sekali baru.[3] Nietczhe juga mempertegas hal itu bahwa pada bulan Agustus 1881 ia menyatakan bahwa ia memperoleh suatu ilham tentang kembalinya segala sesuatu.[4]
Diantara banyak sekali naskah dimana Nietzsche mengulangi kembali ajaran itu yang dia mengutip dari “Also sprach Zarathustra”:
“Segala sesuatu pergi, segala sesuatu datang kembali; berputarlah roda hakikat itu secara abadi. Segaa sesuatu itu mati, segala sesuatu itu berkembang lagi; berlangsunglah rangkaian hakikat itu secara abadi. Segala sesuatu hancur, segala sesuatu disusun kembali; berdirilah ahkikat yang sama secara abdi. Lingkaran hakikat tetap setia pada dirinya sendiri secara abadi.... hakikat itu mulai pada sama-sama... pusatnya adalah dimana-mana. Jalan kekekalan itu melingkar.[5]

Kritik Nietzsche Terhadap Paham Kristen
Ada lima poin yang dikritik Nietzsche akan paham kristen yaitu paham kristen merupakan suatu platonisme bagi rakyat, paham kristen yang meremehkan badan, ajaran tentang dosa asal, paham kristen tentang moral dan paham kristen selalu memihak kepada akal yang gila.
Kritik pertama Nietzsche terhadapa kristen addalah bahwa kristen merupakan suatu platonisme. Menurut Nietzsche paham kristen merupakan terjemahan bagi rakyat dari tema-tema besar besar para penganut Plato. Itu merupakan tafsiran yang keliru sama sekali. Kristen sama sekali berlainan, dalam struktur dan kecenderungan konstitulatifnya dengan platonisme.
Malahan terdapat pertentangan anatara keduanya mengenai hal-hal yang demikian pokok seperti Allah dan dunia, kosmologi, materi dan apa yang dapat ditangkap panca indera, hubungan antara yang tunggal dan yang majemuk, antropologi (jiwa, pengenalan, panca indera), masalah kejahatan, etika, dan lain-lain. Seluruh pikiran kitab suci yang dibahas kembali dan diperdalam oleh guru-guru agung filsafat dan teologi, sama sekali berbeda dengan segala bentuk platonisme.[6]

Kritik kedua adalah terhadap paham kristen yang meremehkan badan. Di sini, paham Kristen dikacaukan dengan ­gnosis, manikeisme dan kaum Kathar. Paham tersebut mengajar bahwa manusia telah jatuh ke dalam suatu dunia jahat; bahwa materi sendiri bersifat jahat; bahwa badan jahat; bahwa seksualitas jahat; bahwa keselamatan hanya dapat terdiri dari suatu pelarian dari dunia, dengan semacam perjalanan pulang kembali ke keadaan kita yang terdahulu. Nietzsche meninjau paham Kristen dari sudut pandangan ini:

“Paham Kristenlah yang pertama-tama, dengan perasaaan tidak senangnya terhadap hidup, telah membuat seksualitas sebagai suatu hal yang najis...”[7]


“Sejak permulaannya, pahham Kristen itu, pada hakikatnya dan secara fundamental, bersikap muak dan jemu terhadap hidup...kebencian terhadap dunia, fitnahan terhadap hawa nafsu, ketakutan terhadap keindahan serta seksualitas, suatu tempat di “sebelah sana” yang ditemukan untuk memfitnah hal duniawi; pada dasarnya suatu hasrat akan kehampaan, suatu kehendak akan dekadesi, suatu pertanda paling mendalam dari penyakit, kelesuan, kepayahan hidup”. [8]

Gambaran ini cocok benar dengan gnosis. Tetapi harus diketahi bahwa pikiran Kristen senantiasa berjuang melawan setiap bentuk gnosis, oleh karena paham Kristen justru kebalikan dari paham gnosis. Paham Kristen berpendapat bahwa seksualitas, seperti setiap tertib biologis, membawa sama norma-norma obyektif tertentu. Orang tidak boleh berbuat semau-maunya dengan seksualitas, sama tidak boleh berbuat semau-maunya dengan fungsi-fungsi lain dari organisme hidup. Jika norma-norma ini tidak dihormati maka berarti bahwa manusia tidak dihormati, sebab mau tidak mau menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang erugikan kesehatan fisik dan psikologis manusia.
Kritik ketiga adalah ajaran tentang dosa asal. Nietzsche telah menangkap ajaran tentang dosa asal sebagaimana telah diajarkan oleh Luther, yakni dengan cara yang bercorak khusus gnotis. Karena kejatuhan asal, maka tertib kodrati telah dicemarkan dan dirusak secara radikal. Maka hidup kita pada dasarnya adalah tersesat. Dan eksistensi kita sebagai demikian adalah salah. Dengan pengakuan-pengakuan ini maka ajaran Luther mengenai dosa asal membuat paham Kristen jatuh kembali dan meluncur kedalam jejak gnotis.
Bahwa ajaran Kristen Tradisional berlainan sekali dengan ajaran Luther. Hasil ajaran Luther antara lain adalah suatu pandangan pesimistis mmengenai manusia, suatu antropologi yang ditolak oleh seluruh pikiran modern dengan cukup beralasan, atas nama martabat manuisa.
Kritik selanjutnya terhadap Kristen adalah keberatan Nietzsche terhadap perumusan realitas dalam bentuk moral, maka dari itu Nietzsche merasa muak terhadap paham Kristen dengan penuh kebencian. Menurtnya bahwa paham Kristen jauh lebih baik kaya dari itu saja (moral), maka itu berarti menyelewengkannya. Paham itu adalah wahyu, yang menerangkan segala sesuatu di bawah sinar baru, termasuk moral, tanpa menghancurkan apapun saja.
Kritik terakhir adalah bahwa paham Kristen selalu memihak kepada apa yang gila.  Dengan mengacu kepada Luther bahwa paham Kristen adalah paham irrasional:

“Paham kristen juga bertentangan dengan segala sesuatu yang secara spiritual bersifat utama. Ia hanya dapat menggunakan suatu akar sakit sebagai akal Kristen. Ia memihak kepada segala sesuatu yang gila, ia memfitnah roh, memfitnah keutamaan roh yang sehat. Oleh karena penyakit itu termasuk hakikat paham Kristen, maka dengan sendirinya kondisi yang bercorak khas Kristen, yakni iman kepercayaan, juga merupakan sesuatu bentuk penyakit. Semua jalan lurus, jujur dan ilmiah yang menuju kepada pengetahuan, harus dihindari oleh Gereja, sebagai jalan-jalan terlarang.[9]

Nihilisme
Dalam pemikiran Nietzsche, narasi besar yang keambrukannya lantas mengawasi kondisi-kondisi postmodern adalah kristianitas. Sejak awal abad ke-16, modernitas dan kristianitas telah menampakkan diri sebagai pasangan yang sulit namun bukannya tak sejalan. Baru pada abad ke-20 perpecahan itu tak terhindarkan.[10]
Kematian Tuhan mengakibatkan pula putusnya korelasi kosmilogi di dalam ide tentang Tuhan; yakni penyelenggaraan tentang ilahi (divine providence). Dilain pihak, Nietzsche merumuskan manusia unggul beserta hubungan kosmologinya; yakni, suatu dunia tanpa akhir, dunia yang berlangsung abadi. [11]
Menurut Nietzsche, dalam situasi ini tugas suatu pemikiran bukanlah menyerah pada nihilisme pasif yang merupakan hasil dari pemikiran bahwa kini interpretasi moral mengenai dunia sudah berakhir. Tugas pemikiran adalah mengembangkan nihilisme aktif yang ironis sekaligus kreatif, yang merumuskan nilai-nilai baru dan melipatgandakan interpretasi-interpretasi baru. Nietzsche adalah pemikir tentang pelbagai akhir, dan hal ini seharusnya dipahami, terutama dan pertama-tama, sebagai akhir dari interpretasi-duniawi Kristen beserta seluruh kaitan sosial, psikis dan filosofisnya. Pun perlu ditambahkan bahwa Nietszhe, lewat pandangannya tentang interpretasi dan dunia yang berlangsung abadi, merupakan pemikir tentang cakrawala dunia yang tanpa batas akhir.

C.     Karya  Nietzsche
Sebagai seorang ahli yang produktif, karyanya adalah :
1872              : Die Geburt der Tragödie (Kelahiran tragedi)
1873 -1876    : Unzeitgemässe Betrachtungen (Pandangan non-kontemporer)
1878 - 1880   : Menschliches, Allzumenschliches (Manusiawi, terlalu manusiawi)
1881              : Morgenröthe (Merahnya pagi)
1882              : Die fröhliche Wissenschaft (Ilmu yang gembira)
1883 - 1885   : Also sprach Zarathustra (Maka berbicaralah Zarathustra)
1886              : Jenseits von Gut und Böse (Melampaui kebajikan dan kejahatan)
1887              : Zur Genealogie der Moral (Mengenai silsilah moral)
1888              : Der Fall Wagner (Hal perihal Wagner)
1889              : Götzen-Dämmerung (Menutupi berhala)
1889              : Der Antichrist (Sang Antikristus)
1889              : Ecce Homo (Lihat sang Manusia)
1889              : Dionysos-Dithyramben
1889              : Nietzsche contra Wagner




D.     Konsekuensi Nietzsche
Nihilisme di sini juga dipahami sebagai 'kedatangan kekal yang sama (atau dalam terminologi Nietzsche: 'die Ewige Wiederkehr des Gleichen') yang merupakan siklus berulang-ulang dalam kehidupan tanpa makna berarti di baliknya seperti datang dan perginya kegembiraan, duka, harapan, kenikmatan, kesakitan, ke-khilafan, dan seterusnya.Selain Nihilisme, Nietzsche juga mengulas mengenai Vitalitas, dan anti establist.

Pemikiran utamanya adalah :
a)      Übermensch  · Ressentiment
b)      "Will to power"  · "Tuhan sudah mati"
c)      Eternal recurrence  · Amor fati
d)      Herd instinct  · Tschandala
e)      "Last Man"  · Perspectivism
f)        Master–slave morality

















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang 'kebenaran' atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche juga dikenal sebagai "sang pembunuh Tuhan" (dalam Also sprach Zarathustra). Ia memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zaman-nya (dengan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi atau Umwertung aller Werten) yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan (keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian, sehingga menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan). Walaupun demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi untuk menaklukan nihilisme (Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh kehidupan (Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna. Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht).
Selain itu Nietzsche dikenal sebagai filsuf seniman dan banyak mengilhami pelukis modern Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz Marc, Francis Bacon,dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert Musil, dan Thomas Mann. Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan metafisik yang memiliki kemampuan untuk mentransformasikan tragedi hidup.





DAFTAR PUSTAKA



P. A. van der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 1991.
Also sprach Zarathusta, III, Der Genesende. I.

C. Tresmontent, Les idees maitresses de la metaphisique cretienne, Paris, 1962.

Gotzen-Dammerung, Was ich den Alten Verdanke, 41, II.

Versuch einer Selbtkritik, I.

Det Antichrist, 52, II.

Peter Beilharz, Teori-teori Sosial Observasi Kritis Terhadap Para Pilosof Terkemuka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.


















i
 
 


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I ... PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................................ 1

BAB I I.. PEMBAHASAN........................................................................................................
A.        Sejarah Hidup Friedrich Nietzche..................................................................... 2
B.        Pokok-Pokok Pikiran......................................................................................... 3
Nietzche dan Kosmologi................................................................................... 3
Kritik Nietzche Terhadap Paham Gereja.......................................................... 4
Nihilisme........................................................................................................... 6
C.        Karya Nietzche.................................................................................................. 7
D.       Konsekuensi Nietzche....................................................................................... 8

BAB II .. PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................. 10







[1]    http://id.wikipedia.org/wiki
[2]     http://kaostokoh.blogspot.com/2013/03/biografi-friedrich-nietzsche.html
[3]       P. A. van der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991. hlm. 125-132.
[4]        Ibid             
[5]        Also sprach Zarathusta, III, Der Genesende. I.
[6]      C. Tresmontent, Les idees maitresses de la metaphisique cretienne, Paris, 1962.

[7]      Gotzen-Dammerung, Was ich den Alten Verdanke, 41, II, hlm. 1032.
[8]       Versuch einer Selbtkritik, I. hlm. 15.
[9]       Det Antichrist, 52, II, hlm. 1218.
[10]    Peter Beilharz, Teori-teori Sosial Observasi Kritis Terhadap Para Pilosof Terkemuka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Hlm. 288.
[11]       Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar