BAB I
PENDAHULUAN
Abu Yūsuf
Yaqūb ibn Isḥāq aṣ-Ṣabbāḥ al-Kindī
(Arab: أبو يوسف يعقوب بن إسحاق الصبّاح الكندي, Latin: Alkindus) (lahir: 801 - wafat: 873), dikenal sebagai filsuf pertama
yang lahir dari kalangan Islam. Semasa
hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani. Banyak
karya-karya para filsuf Yunani
diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinos. Sayangnya
ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles
yang berjudul Teologi menurut Aristoteles, yang di kemudian hari
menimbulkan sedikit kebingungan. Ia adalah filsuf berbangsa Arab dan dipandang sebagai filsuf Muslim
pertama. Secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal
dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu
kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah
terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al Kindi[2]
telah menulis banyak karya dalam pelbagai disiplin ilmu, dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga
ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis
seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi. Di
antaranya ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena
matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin
mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi
seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai
matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Yang
paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika
bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Hidup
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq
bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais
al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari
keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah
terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan
Hijaz. Setelah dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari
khalifah al- Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Al-Kindi
menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar
filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu
alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran,
politik dan matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu
lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan
Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas
dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).
Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu
keterangan pun yang pasti. Agaknya menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya
dengan menentukan tahun kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya.
Mustafa ‘Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H,
sedangkan Massingon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh
Hendry Corbin dan Nellino. Sementara itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan
bahwa Al-Kindi sesudah berusia 80 tahun atau lebih sedikit.
Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan
ibn al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika,
matematika, musik, ilmu jiwa dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak
banyak yang diketahuinya karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang.
Baru pada zaman belakangan ini orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah
al-Kindi dalam tulisan tangan.[3] Beberapa
karya tulis al-Kindi antara lain: Fi al-Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala
Ta’allum al-Falsafah; Riasalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; risalat fi
Ta’lif al-A’dad; kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Mantaiqiyyat wa
al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub Aristoteles; Fi al-Nafs.
Beberapa karya tulis al-Kindi telah diterjemahkan oleh
Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa
pada abad pertengahan. Oleh karena itu, beralasan kiranya Cardini menganggap
al-Kindi sebagai salah seorang dari dua belas pemikir terhebat.
B. Pokok-pokok Pemikiran Filsafat al-Kindi
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek
antara lain:
1)
Pemaduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan
antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara
keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang
kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi
ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan
bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa
yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka
menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuskan semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak
senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan
ayat-ayat Al-Quran. Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan
anjuran Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas
segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang hanya
terjemahan adalah sebagai berikut.
a)
Surat Al-Nasyr [59]: 2
………Maka
ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.
b)
Surat Al-A’raf [7]: 185
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan
segala sesuatu yang dicipitakan Allah…………….
c)
Surat Al-Ghasiyat [88]: 17-20
Maka apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan.
Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan.
d)
Surat Al-Baqarah [2]: 164
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis
hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi,
sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut:
ilmu agama merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi
dan kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika,
diperintahkan dalam agama.[4]
2)
Falsafat Ketuhanan
Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan
mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah
Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak
mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar
Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid).
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah
Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles. Alam bagi
al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi punya permulaan. Karena itulah ia
lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang
Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini
adalah emanasi dari Yang Maha Satu.[5]
3)
Falasafat Jiwa
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh
dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan
bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan
Manusia. Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa
berdasarkan pada falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani,
kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak
panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia.
Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan
hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri,
terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi
sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang
keinginan hawa nafsu.
Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu (yang terdapat di
perut), daya marah (terdapat di dada), dan daya pikir (berputar pada kepala)[6].
4)
Akal
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah
satunya ialah daya berpikir. Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi
akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat potensil; akal yang keluar
dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari
aktualitas.
Akal yang bersifat potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak
ada kekuatan yang menggerakannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi
ada satu lagi macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama
akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal tersebut membuat akal yang bersifat
potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini:
a. Merupakan akal pertama
b. Selamanya dalam
aktualitas
c. Merupakan
spesies dan genus
d. Membuat akal potensil
menjadi aktuil berpikir
e. Tidak sama dengan akal
potensil tetapi lain dari padanya[7]
C. Karya
Al Kindi
Sebagai seorang filosof Islam yang produktif,
diperkirakan karya yang pernah ditulis al-Kindi dalam berbagai bidang tidak
kurang dari 270 buah. Dalam bidang filsafat, diantaranya adalah[8]
:
1.
Kitab Al-Kindi ila Al-Mu’tashim Billah fi
al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama),
2.
Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il
al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa ma fawqa al-Thabi’iyyah (tentang
filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil, serta
metafisika),
3.
Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm
al-Riyadhiyyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu
pengetahuan dan matematika),
4.
Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang
maksud-maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya),
5.
Kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang
sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya),
6.
Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang
definisi benda-benda dan uraiannya),
7.
Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang
substansi-substansi tanpa badan),
8.
Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al Fikriyah (tentang
ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif),
9.
Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah
tilisan filosofis tentang rahasia-rahasia spiritual),
10. Dan
Risalah fi al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-kawn wa
al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam
dan kerusakan).[9]
D. Konsekuensi
al-Kindi
Al-kindi menyajikan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan bahwa
definisi mana yang menjadi miliknya.Yang disajikan adalah definisi-definisi
dari filsafat terdahulu, itu pun tanpa menegaskan dari siapa diperolehnya.Mungkin
dengan menyebut berbagai macam definisi itu dimaksudkan bahwa pengertian yang
sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak hanya pada salah
satunya. Hal ini berarti bagi al-Kindi, bahwa untuk memperoleh pengertian
lengkap tentang apa filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat
dalam semua definisi tentang filsafat. Definisi-definisi al-Kindi sebagai
berikut: [10]
1.
Filsafat sendiri terdiri dari gabungan dua kata, philo,
sahabat dan Sophia, kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta kepada
kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologi Yunani dari kata-kata itu.
2.
Filsafat adalah upaya manusia meneladani
perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia.
Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi
tingkah laku manusia.
3.
Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimaksud
dengan mati adalah bercerainya jiwa dari badan. Atau mematikan hawa nafsu
adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu yang
mengatakan bahwa kenikmatan adalah suatu kejahatan. Definisi ini juga merupakan
definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula.
4.
Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan
kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi
kausa.
5.
Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya.
Definisi ini menitikberatkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk
mengenal dirinya sendiri. Para filosof berpendapat bahwa manusia adalah
badan. Jiwa dan aksedensial manusia yang mengetahui dirinya demikian itu
berarti mengetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosof menamakan manusia
sebagai mikrokosmos.
6.
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang
abadi dan bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausa-kausanya.
Definisi ini menitikberatkan dari sudut pandang materinya.
Dari beberapa definisi yang amat beragam diatas, tampaknya al-Kindi
menjatuhkan pilihannya pada definisi terakhir dengan menambahkan suatu cita
filsafat, yaitu sebagai upaya mengamalkan nilai keutamaan. Menurut al-Kindi,
filosof adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan
kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai
keadilan atau hidup adil.Dengan demikian, filsafat yang sebenarnya bukan hanya
pengetahuan tentang kebenaran, tetapi di samping itu juga merupakan aktualisasi
atau pengamalan dari kebenaran itu.Filosof yang sejati adalah yang mampu
memperoleh kebijaksanaan dan mengamalkan kebijaksanaan itu.Hal yang disebut
terakhir menunjukkan bahwa konsep al-Kindi tentang filsafat merupakan perpaduan
antara konsep Socrates dan aliran Stoa.Tujuan terakhir adalah dalam hubungannya
dengan moralita.
Al-kindi menegaskan juga bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya
adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa daripada
semua kebenaran, yaitu filsafat pertama.Filosof yang sempurna dan sejati adalah
yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama ini.Pengetahuan tentang
kausa (‘illat) lebih utama dari pengetahuan tentang akibat (ma’lul,
effect). Orang akan mengetahui tentang ralitas secara sempurna jika
mengetahui pula yang menjadi kausanya.[11]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ya’qub bin Ishaq Al-Kindi seorang
filosof islam berasal dari suku Kindah yang lahir di Kufah sekitar
tahun 185 H. Pada saat dewasa ia mempelajari dan ahli dalam bidang ilmu
filsafat, seni musik, kedokteran, optik, dan lain sebagainya. Al-kindi
memadukan filsafat dengan agama karena ilmu itu tidak bertentangan karena
masing-masing mempelajari kebenaran. Pemikiran filsafat tentang ketuhanan tidak
sama dengan apa yang di kemukakan Aristoteles. Bagi al-Kindi tuhan adalah sang
Pencipta bukan Penggerak Pertama. Kemudian pokok pemikiran falsafat
lainnya al-Kindi membagi jiwa dalam tiga macam: daya bernafsu (perut); daya
marah (dada); daya pikir yan berada pada akal. Akal ada dua akal potensil dan
akal aktuil.
filosof Islam yang mula-mula secara
sadar berupaya mempertemukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani.
Sebagai seorang filosof, al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk
memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang
sama diakuinya pula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis.
Oleh karenanya menurut al-Kindi diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal
diluar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Dengan demikian,
al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani dalam hal-hal yang
dirasakan bertentangan dengan ajaran agama Islam yang diyakininya.Misalnya
mengenai kejadian alam berasal dari ciptaan Tuhan yang semula tiada, berbeda
dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan
bersifat abadi. Oleh karenanya al-Kindi tidak termasuk filosof yang
dikritik al-Ghazali dalam kitabnya tahafut al-falasifah (kerancuan
para filosof).
Karangan-karangan al-Kindi umumnya
berupa makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan
tulisan-tulisan Farabi. Namun sebagai filosof perintis yang menempuh jalan
bukan seperti para pemikir sebelumnya, maka nama al-Kindi memperoleh cetak biru
dan mendapat tempat yang istimewa di kalangan filosof sezamannya dan
sesudahnya. Tentu saja ahli-ahli pikir kontemporer yang cinta kebenaran dan
kebijaksanaan akan senantiasa merujuk kepadanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Fuad
Al-Ahwani, Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995, Cet. VII
H.
Sirajuddin Zarmi, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004, Cet. I.
Harun
Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1978, Cet. II
Zainul
Hamdi, "Tujuh Filsuf Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Modern",
LKiS, Jogja
Dr.
Hasyimsyah Nasution, M.A, Filsafat Islam, Jakarta, Gaya Media Pratama, Cet.III, 2002.
http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Kindi
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.........................................................................................................
i
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... ii
BAB
I .. PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................................... 1
BAB
II.. PEMBAHASAN....................................................................................................
A. Sejarah Hidup................................................................................................ 2
B. Pokok-Pokok Pemikiran Filsafat
al-Kindi................................................. 3
1). Pemaduan Filsafat dan Agama............................................................ 3
2). Falsafat Ketuhanan................................................................................ 4
3). Falsafat Jiwa............................................................................................. 4
4). Akal............................................................................................................ 5
C. Karya Al-Kindi................................................................................................ 6
D. Konsekuesi Al-Kindi..................................................................................... 6
BAB
III. PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................... 10
|
[2] Zainul Hamdi, "Tujuh Filsuf Pembuka
Pintu Gerbang Filsafat Modern", LKiS, Jogja
[4] H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof
dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I, hlm.
44-47.
[5]
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme
dalam Islam, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1978), Cet. II, hlm. 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar