Jumat, 24 Oktober 2014

MAKALAH FILSAFAT " Al - Kindi "

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Al-Kindi [1]
Abu Yūsuf Yaqūb ibn Isāq a-abbā al-Kindī (Arab: أبو يوسف يعقوب بن إسحاق الصبّاح الكندي‎, Latin: Alkindus) (lahir: 801 - wafat: 873), dikenal sebagai filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinos. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles yang berjudul Teologi menurut Aristoteles, yang di kemudian hari menimbulkan sedikit kebingungan. Ia adalah filsuf berbangsa Arab dan dipandang sebagai filsuf Muslim pertama. Secara etnis, al-Kindi lahir dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al Kindi[2] telah menulis banyak karya dalam pelbagai disiplin ilmu, dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi. Di antaranya ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun.






BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sejarah Hidup
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan  bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. Setelah dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al- Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof  terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).
Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu keterangan pun yang pasti. Agaknya menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massingon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh Hendry  Corbin dan Nellino. Sementara itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi sesudah berusia 80 tahun atau lebih sedikit.
Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahuinya karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan ini orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah al-Kindi dalam tulisan tangan.[3] Beberapa karya tulis al-Kindi antara lain: Fi al-Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafah; Riasalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; risalat fi Ta’lif al-A’dad; kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Mantaiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub Aristoteles; Fi al-Nafs.
Beberapa karya tulis al-Kindi telah diterjemahkan oleh Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan. Oleh karena itu, beralasan kiranya Cardini menganggap al-Kindi sebagai salah seorang dari dua belas pemikir terhebat.

B.      Pokok-pokok Pemikiran Filsafat al-Kindi
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:
1)       Pemaduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuskan semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Al-Quran. Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan anjuran Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang hanya terjemahan adalah sebagai berikut.
a)       Surat Al-Nasyr [59]: 2
………Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.
b)      Surat Al-A’raf [7]: 185
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang dicipitakan Allah…………….
c)       Surat Al-Ghasiyat [88]: 17-20
Maka apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan. Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan.
d)     Surat Al-Baqarah [2]: 164
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.[4]  
2)       Falsafat Ketuhanan
Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid).
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles. Alam bagi al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi punya permulaan. Karena itulah ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu.[5]                                            
3)       Falasafat Jiwa
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan Manusia. Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan pada falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof  Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang keinginan hawa nafsu.
Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu (yang terdapat di perut), daya marah (terdapat di dada), dan daya pikir (berputar pada kepala)[6].  
4)       Akal
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah satunya ialah daya berpikir. Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.
Akal yang bersifat potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi ada satu lagi macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal tersebut membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini:
a.   Merupakan akal pertama
b.   Selamanya dalam aktualitas
c.        Merupakan spesies dan genus
d.   Membuat akal potensil menjadi aktuil berpikir
e.   Tidak sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya[7]




C.     Karya Al Kindi 
Sebagai seorang filosof Islam yang produktif, diperkirakan karya yang pernah ditulis al-Kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Dalam bidang filsafat, diantaranya adalah[8] :
1.      Kitab Al-Kindi ila Al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama),
2.      Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa ma fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil, serta metafisika),
3.      Kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm al-Riyadhiyyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika),
4.      Kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya),
5.      Kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu  pengetahuan dan klasifikasinya),
6.      Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa  Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan uraiannya),
7.      Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan),
8.      Kitab fi Ibarah al-Jawami’ al  Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif),
9.      Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tilisan filosofis tentang rahasia-rahasia spiritual),
10.  Dan Risalah fi al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-kawn wa al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakan).[9]

D.     Konsekuensi al-Kindi
Al-kindi menyajikan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang menjadi miliknya.Yang disajikan adalah definisi-definisi dari filsafat terdahulu, itu pun tanpa menegaskan dari siapa diperolehnya.Mungkin dengan menyebut berbagai macam definisi itu dimaksudkan bahwa pengertian yang sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak hanya pada salah satunya. Hal ini berarti bagi al-Kindi, bahwa untuk memperoleh pengertian lengkap tentang apa filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi tentang filsafat. Definisi-definisi al-Kindi sebagai berikut: [10]
1.      Filsafat sendiri terdiri dari gabungan dua kata, philo, sahabat dan Sophia, kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta kepada kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologi Yunani dari kata-kata itu.
2.      Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi tingkah laku manusia.
3.      Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimaksud dengan mati adalah bercerainya jiwa dari badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu yang mengatakan bahwa kenikmatan adalah suatu kejahatan. Definisi ini juga merupakan definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula.
4.      Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kausa.
5.      Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitikberatkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri. Para filosof  berpendapat bahwa manusia adalah badan. Jiwa dan aksedensial manusia yang mengetahui dirinya demikian itu berarti mengetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosof menamakan manusia sebagai mikrokosmos.
6.      Filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausa-kausanya. Definisi ini menitikberatkan dari sudut pandang materinya.
Dari beberapa definisi yang amat beragam diatas, tampaknya al-Kindi menjatuhkan pilihannya pada definisi terakhir dengan menambahkan suatu cita filsafat, yaitu sebagai upaya mengamalkan nilai keutamaan. Menurut al-Kindi, filosof adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil.Dengan demikian, filsafat yang sebenarnya bukan hanya pengetahuan tentang kebenaran, tetapi di samping itu juga merupakan aktualisasi atau pengamalan dari kebenaran itu.Filosof yang sejati adalah yang mampu memperoleh kebijaksanaan dan mengamalkan kebijaksanaan itu.Hal yang disebut terakhir menunjukkan bahwa konsep al-Kindi tentang filsafat merupakan perpaduan antara konsep Socrates dan aliran Stoa.Tujuan terakhir adalah dalam hubungannya dengan moralita.
Al-kindi menegaskan juga bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa daripada semua kebenaran, yaitu filsafat pertama.Filosof yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama ini.Pengetahuan tentang kausa (‘illat) lebih utama dari pengetahuan tentang akibat (ma’lul, effect). Orang akan mengetahui tentang ralitas secara sempurna jika mengetahui pula yang menjadi kausanya.[11]























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Ya’qub bin Ishaq Al-Kindi seorang filosof  islam  berasal dari suku Kindah yang lahir di Kufah sekitar tahun 185 H. Pada saat dewasa ia mempelajari dan ahli dalam bidang ilmu filsafat, seni musik, kedokteran, optik, dan lain sebagainya. Al-kindi memadukan filsafat dengan agama karena ilmu itu tidak bertentangan karena masing-masing mempelajari kebenaran. Pemikiran filsafat tentang ketuhanan tidak sama dengan apa yang di kemukakan Aristoteles. Bagi al-Kindi tuhan adalah sang Pencipta bukan Penggerak Pertama. Kemudian pokok  pemikiran falsafat lainnya al-Kindi membagi jiwa dalam tiga macam: daya bernafsu (perut); daya marah (dada); daya pikir yan berada pada akal. Akal ada dua akal potensil dan akal aktuil.
filosof Islam yang mula-mula secara sadar berupaya mempertemukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Sebagai seorang filosof, al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuinya pula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karenanya menurut al-Kindi diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal diluar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan.Dengan demikian, al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani dalam hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran agama Islam yang diyakininya.Misalnya mengenai kejadian alam berasal dari ciptaan Tuhan yang semula tiada, berbeda dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Oleh karenanya al-Kindi tidak termasuk filosof yang dikritik  al-Ghazali dalam kitabnya tahafut al-falasifah (kerancuan para filosof).
Karangan-karangan al-Kindi umumnya berupa makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan Farabi. Namun sebagai filosof perintis yang menempuh jalan bukan seperti para pemikir sebelumnya, maka nama al-Kindi memperoleh cetak biru dan mendapat tempat yang istimewa di kalangan filosof  sezamannya dan sesudahnya. Tentu saja ahli-ahli pikir kontemporer yang cinta kebenaran dan kebijaksanaan akan senantiasa merujuk kepadanya.





DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995, Cet. VII

H. Sirajuddin Zarmi, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. I.

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1978, Cet. II

Zainul Hamdi, "Tujuh Filsuf Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Modern", LKiS, Jogja


Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A, Filsafat Islam, Jakarta, Gaya Media Pratama, Cet.III, 2002.


http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Kindi































DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I .. PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................................... 1

BAB II.. PEMBAHASAN....................................................................................................
A.     Sejarah Hidup................................................................................................ 2
B.     Pokok-Pokok Pemikiran Filsafat al-Kindi................................................. 3
1). Pemaduan Filsafat dan Agama............................................................ 3
2). Falsafat Ketuhanan................................................................................ 4
3). Falsafat Jiwa............................................................................................. 4
4). Akal............................................................................................................ 5
C.    Karya Al-Kindi................................................................................................ 6
D.    Konsekuesi Al-Kindi..................................................................................... 6

BAB III. PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 10








ii
 
 



[1]    http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Kindi
[2]     Zainul Hamdi, "Tujuh Filsuf Pembuka Pintu Gerbang Filsafat Modern", LKiS, Jogja
[3]    Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995), Cet. VII, hlm. 68
[4]    H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I, hlm. 44-47.
[5]    Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1978), Cet. II, hlm. 16.
[6]    H. Sirajuddin Zarmi, Filsafat Islam, op.cit., hlm. 59-60.
[7]    Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, op.cit., hlm. 19
[8]    http://www.muslimphilosophy.com/kindi/
[9]    Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A, Filsafat Islam, Op. Cit., hal. 17.
[10] Dr. H.A. Mustafa, Filsafat Islam, hal. 102-103
[11]  Ibid, hal. 104

Tidak ada komentar:

Posting Komentar