BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara naluriah,
manusia memiliki rasa ingin tahu yang besar, yang sulit untuk terpuaskan.
Ketidakpuasan ini antara lain karena seperti yang dikemukakan Maslow manusia
memiliki kebutuhan yang secara hierarkhis meningkat sejalan dengan tercapainya
kebutuhan yang lebih rendah, dengan kata lain apabila tingkat kebutuhan
tertentu tercapai maka dia akan berkeinginan untuk meraih kebutuhan lain yang
lebih tinggi. Kemajuan yang pesat di berbagai bidang kehidupan manusia dewasa ini
juga merupakan salah satu faktor yang berimbas pada peningkatan kualitas
kebutuhan manusia. Hal ini pun baik langsung maupun tidak langsung akan
berakibat pada peningkatan kualitas rasa ingin tahu yang meraksuki manusia.
Untuk memuaskan rasa
ingin tahunya maka manusia melakukan upaya-upaya, baik itu melalui upaya yang
secara sadar dilakukannya maupun upaya-upaya yang kadang tidak disadarinya. Upaya-upaya
yang dilakukan tanpa kesadaran sepenuhnya (artinya tanpa rancangan atau langkah
yang jelas) yang kemudian dikenal dengan upaya-upaya non ilmiah itu antara lain
melalui praduga, trial and error, intuisi, wahyu, otoritas, mencari ilham,
dll., sedangkan upaya yang secara sadar dilakukan dengan mengandalkan proses
berpikir yang beralur tertentu (nalar) dengan langkah yang tertentu yakni
dilakukan melalui penelitian ilmiah (metode ilmiah) ini dikenal dengan upaya
ilmiah.
Upaya-upaya itu akan
membuahkan pengetahuan, dan jenis upaya yang dilakukan akan menentukan atau
akan menandai apakah pengetahuan itu akan tergolong pengetahuan ilmiah
(science) atau pengetahuan non ilmiah (knowledge). Dalam upaya untuk memenuhi rasa ingin
tahu itu banyak jalan yang dapat ditempuh oleh manusia (ways of knowing). Dan
masing-masing jalan untuk pemenuhan rasa ingin tahu itu telah mewarnai sejarah
panjang kehidupan manusia. Upaya itu antara lain meliputi: penggunaan mitos,
prasangka, intuisi, otoritas ahli, trial and error, common sense, pengamatan
indrawi, pengalaman pribadi dan upaya lainnya. Upaya-upaya ini sejauh ini
kurang begitu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, antara lain karena
hasil dari upaya-upaya tersebut tidak dapat ditelusuri ulang (unreliable) dan
besarnya kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki
manusia. Bukankah ahli pun bisa salah? Bukankah indera kita terbatas daya
inderanya ? Bukankah pengalaman pribadi sangat subjektif ? Bukankah intuisi
bisa saja hanya sekedar ilusi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Struktur Ilmu
“Ilmu” berasal dari bahasa
‘Arab “alima” sama dengan kata dalam bahasa Inggris “Science” yang
berasal dari bahasa Latin “Scio” atau “Scire” yang kemudian di
Indonesiakan menjadi Sains. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan “Ilmu adalah pelukisan fakta-fakta
pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana
mungkin, pelukisan
secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan pengklassifikasian dan melakukan pengujian”(Sidi Gazalba, Jakarta
1973. h. 54-55).
Jujun S. Suriasumantri
menggambarkannya dengan sangat sederhana namun penuh makna “Ilmu adalah seluruh
pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan
Tinggi”(Jujun S Suriasumantri,1990, h. 19). Beerling, Kwee, Mooij dan Van
Peursen menggambarkannya lebih luas “Ilmu timbul berdasarkan atas hasil
penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, obyektivasi, singkatnya, berdasarkan
atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman
yang dapat dikumpulkan.”(Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Yogyakarta, 1990,
h. 14-15). Sehingga dengan demikian, ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara
holistik yang tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional dan
terbukti empiris.
Struktur ilmu dalam filsafat
ilmu merupakan bagian yang penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu
bangunan yang tersusun bersistem dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat
menjelaskan, meramal dan mengontrol setiap gejala-gejala alam yang terjadi.
Tujuan akhir dari disiplin keilmuan yaitu mengembangkan sebuah teori keilmuan
yang bersifat utuh dan konsisten Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep
maka makin teoritis konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep maka makin
jauh penyataan yang dikandungnya. Ilmu-ilmu murni berkembang menjadi ilmu-ilmu
terapan. Ilmu-ilmu terapan ini akan melahirkan teknologi atau
peralatan-peralatan yang berfungsi sebagai sarana yang memberi kemudahan dalam
kehidupan.
Dengan mengetahui struktur
dari ilmu ini maka dapat kita bedakan nantinya pemahaman dari sejauh mana
kajian mengenai gejala-gejala alam. Bekal ini pula yang nantinya kita
pergunakan dalam penelitian-penelitian yang akan kita lakukan. Tampaknya akal
budi manusia tidak mungkin berhenti berpikir, hasrat mengetahui ilmuan tidak
dapat padam, dan keinginan berbuat seseorang tidak bisa dihapuskan. Ini berarti
perkembangbiakan pengetahuan ilmiah akan berjalan terus dan pembagian ilmu yang
sistematis perlu dari waktu ke waktu diperbaharui.
B. Struktur
Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diproses dengan metode ilmiah
dan memenuhi syarat-syarat keilmuan (Jujun, 2005). Sedangkan menurut Peursen, pengetahuan ilmiah ialah pengetahuan yang
terorganisasi dengan sistem dan metode berusaha mencari hubungan-hubungan tetap
diantara gejala-gejala (Bakker,1990). Piaget juga mendefenisikan pengetahuan
ilmiah sebagai hasil penyesuaian terhadap kenyataan, yang menggambarkan latar
belakang hayati maupun kejiwaan dari ilmu (Peursen, 2003). Dari berbagai defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ilmiah
adalah pengetahuan hasil penyesuaian terhadap kenyataan yang diperoleh dengan
metode ilmiah dan memenuhi syarat-syarat keilmuan. Oleh karena itu, pengetahuan
ilmiah sering diistilahkan dengan ilmu.
Dalam kaitannya dengan
pengetahuan dan metode ilmiah, Gie (1997) menyatakan bahwa ilmu adalah kesatuan
antara pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga hal tersebut merupakan
kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmi harus diusahakan dengan
aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya
aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan
interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu. Hubungan ketiganya dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut: Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu
mempunyai sifat tidak absolut. Kebenaran ilmiahnya
terbatas hingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau disanggah dan
diperbaiki.
Ginzburg berpendapat bahwa ilmu
dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan
sebagai dasar teoritis untuk
tindakan praktis. Sedangkan Nagel menyatakan ilmu adalah suatu sistem
penjelasan mengenai saling hubungan diantara peristiwa yang terjadi. Dengan demikian,
ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari komponen-komponen
yang saling berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis
atau memberi penjelasan yang termaksud. Saling keterkaitan diantara segenap
komponen itu merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah (Gie, 1997).
Struktur pengetahuan ilmiah mencakup :
1. Objek
sebenarnya sebenarnya:
a. Objek
material : Ide abstrak, Benda fisik, Jasad
hidup, Gejala rohani, Peristiwa sosial, Proses tanda
b. Objek
formal: Pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu
2. Bentuk
pernyataan
a. Deskripsi :
Bersifat deskriptif dengan memberikan pemerian mengenai bentuk, susunan dll
b. Preskripsi :
Memberikan petunjuk atau ketentuan apa yang sebaiknya berlangsung
c. Eksposisi
Pola: Merangkum pernyataanpernyataan yang memaparkan pola-pola
d. Rekonstruksi
historis : Menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan dalam
pertumbuhan sesuatu pada masa lampau
3. Ragam
proposisi : Bentuk pernyataan yang lain, terutama ditemukan pada cabang ilmu
yang lebih dewasa
4. Ciri pokok:
Ilmu sama , tidak tergantung siapa yangmenemukan/mengungkapkan; Ilmu bersumber
pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika; Ilmu dapat diuji
kebenarannya; Kebenarannya tidak bersifat individual; Ilmu dapat digunakan oleh
semua orang.
5. Pembagian
sistematis: Sejarah dan Filsafat Ilmu, ilmu Fisis,
ilmu bumi, ilmu biologis, ilmu kedokteran dan disiplin-disiplin yang
tergabung, Ilmu-ilmu sosial dan psikologi, ilmu teknologis
C. Metode Ilmiah
Penalaran, seperti yang oleh Rom Harre (1989:58) dikatakan sebagai:
“typically a passage of thougt from some given or assumed statements to other”
atau Yuyun S.S. (1985:42) menyatakannya sebagai proses berpikir menurut alur
kerangka berpikir tertentu, merupakan kunci pembuka gerbang ke arah kemajuan
seperti apa yang dicapai oleh manusia sekarang ini. Penalaran sebagai sebuah kemampuan
berpikir, memiliki dua ciri pokok, yakni logis dan analitis. Logis artinya
bahwa proses berpikir ini dilandasi oleh logika tertentu, sedangkan analitis
mengandung arti bahwa proses berpikir ini dilakukan dengan langkah-langkah
teratur seperti yang dipersyaratkan oleh logika yang dipergunakannya.
Pernyataan ini akan lebih jelas apabila anda membaca uraian berikut ini.
Macam-macam Penalaran
1.
Penalaran Deduktif.
Penalaran deduktif atau juga dikenal sebagai berpikir rasional yang
dibidani oleh filosof Yunani Aristoteles merupakan penalaran yang beralur dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pada penyimpulan yang bersifat
khusus. Sang Bagawan Aristoteles (Van Dalen:6) menyatakan bahwa penalaran
deduktif adalah: ”A discourse in wich certain things being posited, something
else than what is posited necessarily follows from them”. pola penalarannya
seringkali kita kenali dengan pola silogisme. Sebagai contoh misalnya kita
amati pernyataan-pernyataan berikut ini.
-
Semua manusia akan mati.
-
Peserta latihan penelitian ini
adalah manusia.
-
Peserta penelitian ini akan mati.
Pernyataan I kita kenal sebagai premis mayor, pernyataan II adalah premis
minor dan pernyataan III adalah kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik akan
bernilai benar jika kedua pernyataan di atasnya benar, demikian pula sebaliknya. Banyak sekali kegiatan manusia yang
menggunakan penalaran deduktif, sebagai contoh misalnya dokter dalam
mendiagnosis penyakit pasiennya, detektif yang menyelidiki masalah kriminal,
atau egiatan lainnya, tapi yang harus dicamkan adalah bahwa penggunaan yang
banyak bukan jaminan bahwa penelaran deduktif ini dapat dipergunakan tanpa
kelemahan-kelemahan. Antara lain misalnya jika salah satu atau kedua premisnya
salah maka kesimpulan yang ditarik berdasarkan premis-premis itu akan salah.
Kelemahan lainnya adalah bahwa kesimpulan yang ditarik berdasarkan logika
deduktif tak mungkin lebih luas dari premis-premisnya, sehingga sulit
diharapkan kemajuan ilmupenegetahuan jika hanya mengandalkan logika ini. Selain
itu manakala argumen deduktif akan diuji kebenarannya, maka yang mungkin teruji
hanya bentuk atau pola penalarannya tapi bukan materi dari premis-premisnya,
jadi salah benar premisnya tak dapat diuji.
2.
Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut
khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih
banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran
induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri,
1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah
generalisasi.
Penalaran ini dirintis oleh Prancis Bacon yang tidak puas dengan
penalaran deduktif, dan tidak habis pikir mengapa misalnya masalah jumlah gigi
kuda saja harus berdebat habis-habisan dengan menggunakan logika deduktif,
bukankah pemecahannya sangat mudah? buka saja mulut-mulut kuda lalu dihitung jumlah
giginya. (Best,1982: 15)
Bacon merasa bahwa jika kita terus berpijak pada penalaran deduktif
semata maka dia akan berputar dari itu ke itu juga sulit untuk maju, namun
kitapun harus sadar bahwa induktifnya Bacon bukan tanpa cela, antara lain
karena keterbatasan dan ketidaksempurnaan indera; selain itu jika observasi
inderawi dilakukan secara acak tanpa berpijak pada kesatuan konsep atau fokus
maka kita seolah berjalan dalan kegelapan; pengalaman inderawi merupakan
sesuatu yang bersifat tidak pasti sebab suatu fakta tidak memberikan makna
untuk dirinya danb tidak menunjukkan hubungan antar mereka tanpa masuknya
subjektivitas pengamatnya, jadi apakah fakta semata akan selalu mendasari
pengetahuan yang konsisten dan pasti kepada kita ?
3.
Penalaran Ilmiah.
Baik penalaran deduktif maupun penalaran induktif keduanya memiliki
kebaikan dan kelemahan masing-masing, namun dengan segala kelebihan dan
kelemahannya keduanya telah mewarnai babak-babak awal sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan modern. Berpijak pada deduktif semata, ilmu pengetahuan tidak akan
maju, demikian pula jika berpijak pada induktif semata ilmu pengetahuanbagai
berjalan dalam kegelapan. dengan melihat kelebihan dan kekurangan dari kedua
penalaran itu, orang kemudian mencoba memodifikasi keduanya, bahkan kemudian
untuk memperbesar keunggulan kedua logika itu dan memperkecil kelemahan
masing-masing maka kedua logika itu digabungkan. Upaya penggabungan itu
dilakukan oleh Charles Darwin si penggagas teori evolusi saat mencoba
membuktikan konsep Malthus tentang struggle for existence yang kemudian
menghasilkan teori baru seleksi alam yang terkenal itu. Dalam hal ini Darwin
menggunakan penemuan orang lain untuk menemukan teori baru. Inilah sebenarnya
essensi dari penggabungan deduktif dan induktif.
Gabungan penalaran deduktif dan induktif inilah yang kemudian memunculkan
penalaran baru yang dikenal degan penalaran ilmiah. Mengenai hal ini Herbert L.
Searles (Van Dalen, 1973:14) mengungkapkan bahwa: “ Iduction provides the
groundwork for hypotheses, in order to eliminate those that are inconsistence
with the facts, while induction again contributes to verification of remaining
hypotheses”.
Selanjutnya John Dewey (Van Dalen,1973:13) meramu gabungan penalaran
tersebut ke dalam langkah-langkah berpikir yang dikenal sebagai berpikir
reflektif (reflective thinking). Langkah-langkah berpikir reflektif inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal metode ilmiah (scientific method). Anderson
(1970:5) mengemukakan urutan langkah-langkah metode ilmiah sbb:
1.
Perumusan masalah.
2.
Penyusunan hipotesis.
3.
Melakukan eksperimen/pengujian
hipotesis.
4.
Mengumpulkan dan mengolah data.
5. Menarik kesimpulan.
Penalaran ilmiah atau metode ilmiah yang menghendaki pembuktian kebenaran
secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, mengggabungkan
penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai jembatan
penghubungnya. Dari sinilah lahir alur penalaran ilmiah yang dikenal denga
ungkapan : “Logico hypothetico verifikatif” yang kemudian telah melahirkan
banyak penemuan ilmiah dan telah memacu perkembangan ilmu pengetahuan ke
tingkat yang sekarang ini. IPA adalah ilmu pengetahuan yang maju dan berkembang
karena metode ilmiah dan sampai saat ini ilmuwan IPA tergolong yang paling
setia pada metode ilmiah ini. Metode ilmiah bukan tanpa kekurangan, karena itu
tugas anda adalah coba identifikasi apa kelebihan dan kekurangan metode ilmiah
ini.
D.
Logico
hipotetico dan verifikatif.
Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
ilmiah adalah penelitian. Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari
jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh
fakta empirik. Penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan
secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, serta
menarik kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu
untuk mendapatkan kebenaran.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan
mengapa penelitian perlu dilakukan. Pertama, dunia sangat luas, tidak terbatas.
Banyak fenomena-fenomena alam yang belum terungkap. Kedua, banyak
masalah-masalah dalam kehidupan yang memerlukan jawaban dan penyelesaian.
Ketiga, dalam menjawab permasalahan sering diselesaikan hanya mengunakan akal
sehat (common sense), sedangkan dalam dunia sains common sense dihindari.
Pernyataan harus mengandung kebenaran yaitu kebenaran ilmiah yang didukung oleh
fakta dan dianalisis kebenarannya. Keempat, diperlukan suatu pendekatan
penelitian yang sahih (valid), terpercaya (reliable), sehingga hasil
penelitiannya dapat diuji eleh siapapun, dan dengan metode yang sama dihasilkan
hal yang sama pula (bersifat konsisten).
Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup
tindakan pikiran, pola kerja, secara teknis untuk memperoleh atau mengembangkan
pengetahuan. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ilmiah dilaksanakan secara
sistematis untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Pola penelitian kuantitatif
adalah: merumuskan hipotesis, logika deduktif, malakukan observasi untuk
menguju hipotesis, memperoleh jawaban apakah hipotesis benar atau salah. Maka
dari itu penelitian ilmiah perlu dilakukan untuk untuk memecahkan masalah. Berdasarkan
pemaparan tersebut, tampaknya pemahaman mengenai penelitian ilmiah khususnya
penelitian kuantitatif perlu dioptimalkan. logico hipotetico dan verifikatif.
menyajikan deskripsi tentang siklus logico-hipotetico dan verifikatif. Sajian
tersebut mencakup ilmu sebagai aktivitas penelitian, metode ilmiah, siklus
logico-hipotetiko verifikatif.
1. Kedudukan
Ilmu dalam Penelitian Ilmiah
Ilmu merupakan aktivitas manusia, sesuatu kegiatan
yang dilaksanakan orang (aktivitas manusiawi). Ilmu tidak hanya satu aktivitas
tunggal, melainkan rangkaian aktivitas sehingga merupakan suatu proses.
Rangkaian aktivitas ilmu adalah bersifat rasional, kognitif, dan teologis (The
Liang Gie, 2000). Aktivitas rasional berarti kegiatan yang mempergunakan
kemampuan pikiran untuk menalar yang berbeda dengan aktivitas berdasarkan
perasaan atau naluri. Menurut Barber (dalam The Liang Gie, 2000) pemikiran
rasional merupakan pikiran yang mematuhi kaidah-kaidah logika, baik logika tradisional
maupun logika moderen.
Ilmu merupakan proses kognitif yang berkaitan dengan
sebuah proses mengetahui. Proses kognitif merupakan suatu rangkaian aktivitas
seperti pengenalan, penalaran, pengkonsepsian, dimana manusia dapat mengetahui
dan memperoleh pengetahuan tentang suatu hal untuk memperoleh pemahaman. Para
ilmuwan dalam melakukan aktivitas ilmiah memiliki tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Ilmu melayani segala tujuan tertentu yang ingin dicapai setiap
ilmuwan. Ilmu merupakan aktivitas manusiawi yang memiliki tujuan. Tujuan ilmu
dapat bermacam-macam sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masing-masing
ilmuan. Bronowski (dalam The Liang Gie, 2000) memaparkan tujuan ilmu adalah
menemukan apa yang benar mengenai dunia ini. Aktivitas ilmu diarahkan untuk
mencari kebenaran, ini dinilai dengan ukuran apakah benar terhadap fakta-fakta.
Aktivitas mempelajari sesuatu berarti menggunakan
pikiran secara aktif. Aktivitas atau proses pemikiran itu lazim disebut study,
inquiri, atau search untuk memperoleh pengetahuan, mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, melakukan peramalan, dan
penerapan. Serangkaian kegiatan tersebut disebut penelitian ilmiah. Penelitian
ilmiah dilaksanakan untuk memajukan pengetahuan. Seseorang yang melaksanakan
serangkaian aktivitas keilmuan disebut ilmuawan (scientist).
2. Metode
Penelitian Ilmiah
Menurut The World of Science Encyclopedia, metode
ilmiah diartikan sebagai prosedur sistematis yang digunakan ilmuan dalam
menemukan terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang
telah ada. Metode ilmiah merupakan cara alamiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010). Cara ilmiah berarti kegiatan
tersebut penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasionalis,
empiris, dan sistematis.
Rasionalis berarti kegiatan penelitian itu dilakukan
dengan cara-cara masuk akal sehingga dijangkau oleh penalaran manusia. Empiris
berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indra manusia, sehingga
orang lain dapat dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan.
Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan
langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Data yang diperoleh melalui
penelitian itu adalah data empiris yang valid, reliabel, dan obyektif.
Validitas menunjukkan derajat ketetapan antara data yang sesungguhnya terjadi
pada obyek dengan data yang dikumpulkan peneliti. Reliabilitas berkenaan dengan
derajat konsistensi dan stabilitas data dalam interval waktu tertentu.
Obyektivitas berkenaan dengan derajat kesepakatan atau ‘interpersonal
agreement”. Dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid dan
reliable, maka yang diuji validitas dan reliabilitasnya adalah instrumen
penelitian, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang diuji adalah datanya.
Reliabilitas, validitas dan obyektivitas merupakan syarat mutlak yang harus
dipenuhi dalam menggunakan pendekatan kuantitatif karena elemen tersebut akan menentukan
kualitas hasil penelitian dan kemampuan generalisasi penggunaan model sejenis.
Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan
tertentu. Secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan,
pembuktian, dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari
penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum
diketahui. Penelitian yang bersifat penemuan (tujuan eksploratif) dilaksanakan
untuk menemukan sesuatu yang baru dalam bidang tertentu seperti, menemukan cara
yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Pembuktian berarti data
yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap
informasi. Penelitian yang bersifat membuktikan (tujuan verifikatif)
dilaksanakan untuk menguji kebenaran dari sesuatu yang telah ada seperti,
membuktikan apakah gaya belajar berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Pengembangan berarti memperdalam atau memperluas pengetahuan yang telah ada.
Contoh penelitian pengembangan adalah mengembangkan bahan ajar. Francis Bacon
(dalam Suparno, 1997) memaparkan bahwa pengetahuann ilmiah merupakan suatu
proses induksi, yaitu ditemukan lewat pengamatan suatu obyek. Hal ini disebut
sebagai metode ilmiah.
Francis Bacon, yang dianggap sebagai bapak metode
ilmiah, memaparkan langkah-langkah yang diperlukan dalam penelitian sebagai
berikut.
1. Merumuskan
masalah
Dalam proses ini orang mengamati
suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi, mencatat data-data dan patern yang
muncul dari peristiwa tersebut, kemudian merumuskan masalah (mengajukan
pertanyaan untuk dicari jawabannya).
2. Membuat
pernyataan umum atau hipotesa
Mengemukakan jawaban sementara
(masih bersifat dugaan) atas pernyataan yang diajukan sebelumnya. Hipotesis
penelitian dapat diperoleh dengan mengkaji berbagai teori berkaitan dengan ilmu
yang dijadikan dasar dalam perumusan masalah. Peneliti menelusuri berbagai
konsep, prinsip, generalisasi dari sejumlah literatur, jurnal yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Kajian terhadap teori merupakan dasar dalam
merumuskan kerangka berpikir sehingga dapat diajukan hipotesis sebagai alternatif
jawaban atas masalah.
3. Verifikasi
data
Mengumpulkan data secara empiris
kemudian mengolah dan menganalisis data untuk menguji kebenaran hipotesis.
Jenis data yang dikumpulkan, diarahkan oleh makna yang tersirat dalam pengujian
kebenaran hipotesis.
Peneliti harus menentukan jenis data, sumber data, dan teknik pengolahan data untuk menguji hipotesis.
Peneliti harus menentukan jenis data, sumber data, dan teknik pengolahan data untuk menguji hipotesis.
4. Menarik
kesimpulan
Menemukan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (menguji hipotesis). Kesimpulan merupakan
jawaban atas rumusan masalah penelitian yang disusun dalam bentuk proposisi
atau pernyataan yang telah teruji kebenarannya.
Secara ontologis obyek penelitian
ilmiah adalah fenomena, hubungan umum antara fenomena yang dipilih menjadi
fokus permasalahan yang akan diteliti (variabel penelitian). Variabel yang
diteliti dipaparkan dengan pendekatan desriptif. Dengan mengikuti langkah
seperti gambar 1, penelitian ilmiah merupakan kegiatan dilaksanakan untuk mengkaji
dan memecahkan suatu masalah menggunkan prosedur sistematis berdasarkan data
empirik.
5. Siklus Ilmiah
dalam Penelitian Kuantitatif
Metode kuantitatif disebut metode
tradisional, dan juga metode positivistik. Dinamai tradisional karena sudah
cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian.
Metode ini disebut positivistic karena berlandaskan pada filsafat positivism.
Sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah
yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode
kuantitatif menggunakan angka-angka dan dianalisis secara statistik.
Proses
penelitian kuantitatif bertolak dari studi pendahuluan dari obyek yang diteliti
untuk dapat merumuskan suatu masalah. Masalah dalam penelitian kuantitatif
bersifat konkrit, dapat diklasifikasikan, dan dapat diukur (Sugiyono, 2010).
Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa
yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan,
antara rencana dengan pelaksanaan. Sumber masalahnya dapat dari lapangan atau
kenyataan empiris maupun dari teori. Peneliti harus menguasai teori yang
relevan agar dapat menggali masalah dengan baik dan dapat merumuskan
permasalahan dengan spesifik. Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya
sementara (berhipotesis), maka peneliti membaca referensi teoritis yang relevan
(pendekatan deduksi) dan penemuan-penemuan penelitian sebelumnya yang relevan
(pendekatan induksi) sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap
hipotesa.
Untuk menguji hipotesis tersebut
Peneliti
memilih metode/strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai. Sebagai
pertimbangan ideal dalam memilih metode adalah ketelitian data yang diharapkan
dan konsisten dengan yang dikehendaki. Pertimbangan praktisnya adalah dana,
waktu dan kemudahan lain. Setelah metode penelitian ditentukan, maka peneliti
menyusun instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpulan
data yang dapat berbentuk tes, angket, kuisioner, pedoman observasi. Sebelum
instrumen digunakan, dilakukan pengujian validitas, reabilitas dan
obyektivitasnya.
Pengumpulan
data dilakukan pada obyek tertentu baik yang berbentuk populasi maupun sampel.
Sampel yang diambil haruslah representatif (mewakili) sehingga dapat dilakukan
generalisasi. Setelah data terkumpul dilakukan analisis untuk menjawab rumusan
masalah dan menguji hipotesis. Kesimpulan merupakan jawaban terhadap rumusan
masalah. Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode
penelitian.
Epistemologi
penelitian kuantitatif dilakukan dengan pendekatan preskriptif. Penggunaan
konsep dan teori yang relevan serta pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian
yang sebelumnya merupakan aspek logika Aspek logika (logico-hipotetiko)
penelitian dilakukan berdasarkan keherensi antara pendekatan deduktif dan
induktif yang dilakukan secara rasonal. Hipotesis yang diajukan kemudian
diuji kebenarannya melalui verifikasi. Pemilihan metode penelitian, menyusun
instrumen, mengumpulkan data dan menganalisisnya merupakan aspek metodologi
untuk memverifikasikan hipotesis yang untuk diproses lebih lanjut.
Verifikatif
dilakukan secara induktif untuk mendapatkan teori baru. Jadi secara
epistemologi pengembangan ilmu itu terjadi mengikuti siklus logico, hipotetiko,
dan verifikatif dengan pendekatan deduktif maupun induktif. Semua rangkaian
dari siklus tersebut menguatkan bahwa logico, hipotetico, dan verifikatif
merupakan ilmu sebagai aktivitas. Berdasarkan proses tersebut di atas, mulai
dari langkah kajian teori sampai pada perumusan hipotesis termasuk berpikir
rasional atau berpikit deduktif. Sedangkan dari verifikasi data sampai
generalisasi merupakan proses berpikir induktif. Proses tersebut merupakan
wujud dari proses berpikir ilmiah.
Pemahaman
yang mendalam tentang hakekat penelitian kuantitatif, sangat berperan sebagai
bekal bagi para peneliti dalm melakukan penelitian. Regulasi siklus
logiko-hipotetiko, dan verifikatif akan membantu peneliti membentuk sikap
ilmiah dalam mengungkap kebenaran dari fenomena-fenomena alam berdasarkan
kaidah penelitian ilmiah. Dengan berbekal pemahaman tentang kaedah penelitian
ilmiah, akan dapat mewujudkan suatu penelitian yang sahih (valid), terpercaya
(reliabel), sehingga hasil penelitiannya dapat diuji eleh siapapun, dan dengan
metode yang sama dihasilkan hal yang sama pula (bersifat konsisten).
E.
Landasan
Teori Disiplin Ilmu
a. Pengertien Disiplin ilmu
Disiplin
ilmu adalah ilmu/pengetahuan yg kita dalami dan merupakan keahlian utama
kita…sifatnya lebih detail/spesifik bukan secara umum.
Misalnya :
Misalnya :
-
disiplin ilmu Ekonomi Makro => bukan ilmu Ekonomi sj
tp lebih khusus/detail ke Makro Ekonomi
-
disiplin ilmu Garfika Komputer => banyak bidang dlm
dunia komputer, misalnya Jaringan, Internet, Pemrograman, Grafika
Komputer…sekali lagi…lebih spesifik.
b.
Definisi Landasan Teori
Landasan teori memuat teori-teori atau konsep-konsep
dasar, yang diambil dari buku-buku acuan yang langsung berkaitan dengan bidang
ilmu yang diteliti sebagai tuntunan, untuk memecahkan masalah penelitian dan
untuk merumuskan hipotesis (Ardiansyah, 2006).
Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional
yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan
hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung.
Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan
menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan
pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses
dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat
moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan
pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu
mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat
nilai-nilai yang dihayati itu.
Pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang
yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya
apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai
maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita
merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbuatan masing-masing
dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai,
konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan
penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek)
pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa
suatu teori yang baik.
c. Landasan
Teori dalam Ilmu Filsafat
Socrates (470-399) antara lain dengan metode
pembelajaran yang di kenal dengan metode”Mencari tahu” metode ini di laksanakan
dengan Tanya jawab ,dengan di mulai dari sesuatu yang sudah di ketahui oleh
anak didiknya. Metode ini mempunyai pengaruh yang kuat dalam penyusunan bahan
pengajaran terprogram,Termasuk program pengajaran dengan computer.
Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif
filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang
menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk
bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan,
psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi
dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya
kepada kerangka konseptual kependidikan.
Dengan demikian maka landasan filsafat pendidikan
harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas-
tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan
pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus
bersifat pendidikan.
Akhirnya, sebagai pekerja professional guru dfan
tenaga kependidikan harus memperoleh persiapan pra-jabatan guru dfan tenaga
kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang pada
hakekatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan
ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan.
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat
memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi pendidik dalam melaksanakan
setiap kegiatan pendidikan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis,
etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam pendidikan terutama berkenaan
dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang :
apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis
tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang
ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan
filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis
Barat (Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph,
dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai
berikut :
•
Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
•
Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada
dirinya.
•
Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan
menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
•
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik
dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan
atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
•
Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan
spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
•
Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan
kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya
sendiri.
•
Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan
kehidupannya sendiri.
•
Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya
untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri
manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
•
Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat
dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi
sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Ilmu timbul berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi,
obyektivasi, singkatnya, berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi
terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan. Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, Gie (1997) menyatakan
bahwa ilmu adalah kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga
hal tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmi
harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan dengan metode
tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun
suatu ilmu.
Gabungan
penalaran deduktif dan induktif inilah yang kemudian memunculkan penalaran baru
yang dikenal degan penalaran ilmiah. Mengenai hal ini Herbert L. Searles (Van
Dalen, 1973:14) mengungkapkan bahwa: “
Iduction provides the groundwork for hypotheses, in order to eliminate those
that are inconsistence with the facts, while induction again contributes to
verification of remaining hypotheses” Pertama, dunia sangat luas, tidak
terbatas. Banyak fenomena-fenomena alam yang belum terungkap. Kedua, banyak
masalah-masalah dalam kehidupan yang memerlukan jawaban dan penyelesaian.
Ketiga, dalam menjawab permasalahan sering diselesaikan hanya mengunakan akal
sehat (common sense), sedangkan dalam dunia sains common sense dihindari.
Pernyataan harus mengandung kebenaran yaitu kebenaran ilmiah yang didukung oleh
fakta dan dianalisis kebenarannya. Keempat, diperlukan suatu pendekatan
penelitian yang sahih (valid), terpercaya (reliable), sehingga hasil
penelitiannya dapat diuji eleh siapapun, dan dengan metode yang sama dihasilkan
hal yang sama pula (bersifat konsisten).
Ilmu
merupakan sesuatu kegiatan yang dilaksanakan orang (aktivitas manusiawi) yang
bersifat rasional, kognitif, dan teologis. Metode ilmiah merupakan prosedur
yang digunakan ilmuan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan ilmiah
yang dilakukan secara rasionalis, empiris, dan sistematis. Epistemologi
pengembangan ilmu itu terjadi mengikuti siklus logico, hipotetiko, dan
verifikatif dengan keherensi antara pendekatan deduktif dan induktif dalam
penelitian kuantitatif yang bersifat linier. Langkah-langkah penelitian
kuantitatif adalah: (1) merumuskan masalah, (2) berteori, (3) berhipotesis, (4)
mengumpulkan data, (5) analisis data, (6) membuat kesimpulan dan saran.
DAFTAR
PUSTAKA
Susanto, A.
(2011). Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis
dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
Salam, B.
(2003). Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan). Jakarta:
P.T. Rineka Cipta.
Keraf, A.S & Dua, M. 2001. Ilmu
Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Miarso, Y. 2009. Menyingkap Takbir
Kebenaran Ilmu. Semnas TP Yogyakarta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Suriasumantri,J.S. (1985).Filsafat Ilmu suatu Pengantar Populer. Jakarta:sinar harapan.
----------------------(1989) Ilmu dalam persfektif Sebuah karangan tentang hakikat Ilmu,
Jakarta: Gramedia.
Suparno. P. 2001. Filsafat
Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
The Liang Gie. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
The Liang Gie. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Best John W. (1982) Metodologi Penelitian Pendidikan, disunting oleh Sanafiah Faisal
& Mulyadi. Surabaya:Usaha Nasional.
Anderson, R.D. (1970). Developing Children Thinking through Science, New Jersey: Prentice
Hall Inc.
Van dalen, D.(1973) UnderstandingEducational research. New york: Mc Graw Hill Book Co.
Harre,Rom (1984) The
Philosophies Of Science, Oxford: Oxford University Press.
Smart, Patricia, (1972).Thinking And Reasoning, London: Mc Millan Education Ltd.
Hum,
D. S. (2012). Filsafat Ilmu. Dalam Konsep, sejarah, dan pengembangan
metode ilmiah (hal. 283). Yogyakarta: CAPS.
MAKALAH
FILSAFAT ILMU
Struktur Pengetahuan Ilmiah
(Siklus Logicohipotetico – Verifikatif)
Teori Disiplin Ilmu
DOSEN PENGAMPU :
DR. XXXXXXX
Dususun oleh :
Kelompok VI
XXXXX A (1311002292xx)
XXXXX B (1311002293xx)
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
XXXXXXXXXXXXXXX
2014
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
i
DAFTAR ISI....................................................................................................................
ii
BAB I ...... PENDAHULUAN
.................. Latar
Belakang...............................................................................................
1
BAB II ..... PEMBAHASAN
A. Pengertian Struktur Ilmu..........................................................................
2
B.
Struktur Pengetahuan Ilmiah....................................................................
3
C.
Metode Ilmiah..........................................................................................
4
D.
Logico Hipotetico dan Verifikatif...........................................................
7
E.
Landasan Teori Disiplin Ilmu................................................................... 13
BAB III ... PENUTUP
.................. Kesimpulan.....................................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
17
mas/mbak gak ada yang diaksih footnote ta..??
BalasHapus